Jumat 01 Jun 2018 11:49 WIB

Saat Simpatisan PDIP 'Serbu' Radar Bogor

'Jika berita itu ada di Jawa Tengah, bisa rata dengan tanah kantornya.'

Rep: Adinda Pryanka, Fauziah Mursid/ Red: Elba Damhuri
Ilustrasi kekerasan.
Ilustrasi kekerasan.

REPUBLIKA.CO.ID Sekitar seratusan kader dan simpatisan PDIP mendatangi kantor Radar Bogor, Rabu (30/5), dengan membawa sepeda motor dan pengeras suara. Mereka datang dengan membentak dan memaki karyawan Radar Bogor, bahkan mengejar staf yang sedang bertugas.

Aksi tersebut dipicu pemberitaan Radar Bogor yang menampilkan foto Megawati dengan judul "Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp 112 Juta". Menurut massa PDIP yang hadir ke kantor Radar Bogor, berita tersebut dianggap sangat tendensius.

Politikus PDIP Bambang Wuryanto mengatakan aksi pada Rabu itu merupakan tindak lanjut dari kekesalan para kader dan simpatisan PDIP atas pemberitaan tidak berimbang Radar Bogor terhadap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Kalau pemberitaan kayak begitu di Jawa Tengah, saya khawatir itu kantornya rata dengan tanah," ujar Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/5).

Anggota Komisi I DPR ini menegaskan Megawati bukan hanya dianggap sebagai ketua umum PDIP semata, melainkan juga ibu bagi para kader dan simpatisan PDIP. Karena itu, ia memahami kekesalan para kader dan simpatisan sampai berbuat pelanggaran hukum.

Pemberitaan Radar Bogor yang mengkritisi perihal gaji Megawati Soekarnoputri yang mendapat Rp 112.548.000 dari jabatan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sangat tidak berimbang. Bambang mengaku tidak masalah jika pemberitaan mengkritisi, tetapi tetap harus ada ruang berimbang.

"Tanya dulu dong, sampai hari ini sepeser pun enggak terima. Kalau toh seperti itu pun itu diceritakan," kata Sekretaris Fraksi PDIP di DPR tersebut.

Pemimpin Redaksi Radar Bogor Tegar Bagja mengungkapkan, pihaknya sudah berdiskusi dengan simpatisan PDIP. Ada beberapa kesepakatan yang dicapai.

Di antaranya, klarifikasi Radar Bogor bahwa Rp 112 juta penghasilan Megawati dan BPIP. "Itu kan masih dalam koridor wajar untuk diberitakan ulang," tutur Tegar, Kamis (31/5).

Ada kesalahan lagi bahwa Rp 112 juta itu bukanlah gaji, melainkan penghasilan. Sebab, penghasilan terdiri atas beberapa variabel seperti tunjangan. Kesalahan ini akan diakui Radar Bogor melalui koran terbitan hari ini.

Menurut Tegar, hal-hal yang sifatnya korektif ini masih dapat diakui dan akan dikoreksi. Namun, ada sejumlah permintaan lain yang menurut dia di luar kewenangan redaksi seperti permintaan maaf satu halaman.  "Itu bukan kewenangan kami, kami tidak sepenuhnya salah," ucapnya.

Tegar menyesalkan atas tindakan massa yang merusak sejumlah fasilitas kantor, seperti tempat sampah dan meja aula. Sebelumnya, massa yang diketahui merupakan kader PDIP Kota Bogor juga sempat marah-marah saat datang ke kantor Radar Bogor sekitar pukul 15.30 WIB.

Setelah massa tersebut datang, sempat hadir juga pimpinan PDIP Kabupaten Bogor. Diskusi antara dua belah pihak tidak berjalan lama. Menurut Tegar, sekitar pukul 17.00 WIB pertemuan sudah selesai.

LBH Pers Kecam Kekerasan Oknum Simpatisan PDIP

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mendesak kepolisian mengusut ​tuntas aksi kekerasan terhadap kantor Radar Bogor, Rabu (30/5) sore. Menurut LBH Pers, tindakan tersebut sudah melanggar hukum dan mengancam kebebasan pers.

Direktur Eksekutif LBH Pers, Nawawi Bahrudin, menjelaskan pihaknya mengecam tindakan premanisme kader PDIP yang mengakibatkan pemukulan terhadap staf Radar Bogor, perusakan alat-alat kantor dan perbuatan intimidasi lainnya. "Tindakan ini pelanggaran hukum yang bisa dikategorikan perbuatan pidana yang sangat mengancam demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia," tuturnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (31/5).

Nawawi menambahkan, kekerasan dan perusakan kantor Radar Bogor merupakan salah satu tindak pidana kekerasan terhadap orang dan barang secara bersama-sama sebagaimana dalam Pasal 170 ayat 1 KUHP. Ancaman pidananya penjara lima tahun enam bulan atau penganiayaan sebagaimana dalam Pasal 351 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

Perusakan alat-alat kantor merupakan bentuk dari tindak pidana perusakan sebagaimana Pasal 406 ayat 1 dengan ancaman pidana penjara dua tahun delapan bulan. Ketiga pasal di atas merupakan delik umum, sehingga pihak kepolisian bisa aktif melakukan proses hukum tanpa harus menunggu adanya pengaduan dari korban.

Nawawi menyayangkan tindakan oknum kader PDIP. Apabila ingin melakukan protes terhadap berita Radar Bogor, menurut Nawawi, mereka dapat menggunakan mekanisme hak jawab sebagaimana yang sudah diatur di dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 5.

"PDIP sebagai organisasi politik terdidik seharusnya memberikan contoh yang baik dalam menyelesaikan sengketa dengan media, bukan malah menggunakan cara-cara melanggar hukum yang justru mencederai nilai-nilai juang partai atau visi misi PDIP," ujar Nawawi.

Tindakan dari PDIP tersebut juga merupakan sebuah tindak pidana yang tercantum di dalam UU Pers Pasal 18 ayat 1 yang menyebutkan: "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)".

Atas dasar hukum tersebut, Nawawi meminta Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian segera memerintahkan anggotanya untuk mengusut tuntas peristiwa ini tanpa harus menunggu pelaporan atau pengaduan dari pihak korban. "Selain itu, pimpinan PDIP juga sebaiknya memberikan sanksi terberat kepada kader yang terbukti terlibat," ucapnya.

PDIP Gali Fakta

Politikus PDIP Arteria Dahlan menjelaskan, DPP PDIP sedang menggali fakta terkait aksi ratusan kader maupun simpatisan PDIP yang menggeruduk kantor Radar Bogor. DPP, kata Arteria, ingin mencari tahu fakta yang sebenarnya terjadi dari peristiwa tersebut.

"Kita lihat ini bagaimana fakta hukumnya, lagi mencari fakta," ujar Arteria di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/5).

Dalam mencari fakta tersebut, DPP PDIP juga sudah memanggil beberapa pihak untuk memberi klarifikasi dan mendapat gambaran dari kejadian tersebut. "Beberapa teman-teman itu sudah dipanggil untuk memberi klarifikasi, ya nanti kita mendapat gambaran lebih dan DPP akan menyikapinya," kata Arteria.

Arteria juga tidak dapat memastikan apakah akan ada sanksi terhadap kader dan simpatisan PDIP, jika terbukti bersalah dalam peristiwa tersebut. "Ya kita belum tahu, yang kita lihat ini bagaimana fakta hukumnya, kemudian sampai kejadian itu terjadi, kan tidak mungkin kejadian itu tanpa sebab tanpa alasan gitu, makannya kita coba menggali fakta terlebih dahulu lah sebelum melakukan penindakan," jelas dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement