REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Seorang politisi senior Rusia mengatakan Moskow masih berencana untuk menyediakan sistem pertahanan udara canggih ke Qatar. Rencana tersebut dilakukan di saat hubungan Qatar dan Arab Saudi tengah memanas.
Dalam komentar yang dibuat untuk media lokal, Aleksei Kondratyev, anggota majelis tinggi Rusia dan wakil ketua komite Pertahanan dan Keamanan, mengatakan Rusia akan mengejar tujuannya sendiri dalam menentukan penjualan rudal permukaan-ke-udara S-400.
Baca juga, Qatar Larang Penjualan Produk dari Empat Negara Arab
"Rusia mencari kepentingannya sendiri, memasok S-400 ke Qatar dan mendapatkan uang untuk anggaran negara. Posisi Arab Saudi tidak ada hubungannya dengan itu, rencana Rusia tidak akan berubah," kata Kondratyev seperti dikutip oleh Sputnik, Sabtu (2/6).
"Jelas bahwa Riyadh memainkan peran dominan di kawasan ini, tetapi Qatar mendapat keuntungan dengan meningkatkan angkatan bersenjatanya karena akuisisi sistem S-400 Rusia. Oleh karena itu, ketegangan Arab Saudi dapat dimengerti."
Tentara Qatar
Kondratyev mengatakan pihaknya juga tidak berkepentingan dengan Amerika Serikat (AS) untuk mencegah penjualan S-400. "Karena ini berarti akan "kehilangan pasar senjata regional yang sangat menguntungkan," ujarnya.
Komentarnya datang sehari setelah harian Prancis Le Monde melaporkan bahwa Raja Salman dari Arab Saudi mengancam akan mengambil tindakan militer jika Qatar memasang sistem pertahanan udara buatan Rusia.Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron, Raja Saudi memintanya untuk menekan Doha agar tidak mengakuisisi S-400.
Raja mengatakan dia khawatir tentang konsekuensi dari akuisisi sistem Doha yang katanya mengancam kepentingan keamanan Saudi.
Pada bulan Januari, duta besar Qatar untuk Rusia mengatakan pembicaraan untuk akuisisi sistem pertahanan udara berada pada tahap lanjut.Ini terjadi setelah penandatanganan perjanjian kerjasama militer dan teknis antara kedua negara pada Oktober 2017 untuk kerja sama lebih lanjut di bidang pertahanan selama kunjungan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu ke negara Teluk tersebut.
Pada tanggal 5 Juni 2017, Arab Saudi - bersama negara-negara sesama Dewan Kerjasama Teluk (GCC) Bahrain dan Uni Emirat Arab, serta Mesir - memberlakukan blokade laut, udara dan darat di Qatar. Mereka menuduh negara itu mendukung terorisme dan mendestabilisasi wilayah tersebut.
Tuduhan itu secara konsisten ditolak oleh Doha. Di antara daftar 13 tuntutan untuk penyelesaian krisis, kuartet pemblokiran meminta jaringan media Aljazirah dan pangkalan militer Turki ditutup. Qatar menolak semua tuntutan.