REPUBLIKA.CO.ID, SIDNEY -- Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop pada Selasa mengkritik Cina karena menekan perusahaan penerbangan nasional Qantas Airways Ltd untuk mengubah Taiwan sebagai wilayah Cina dalam lamannya, yang meningkatkan ketegangan di antara kedua negara itu. Qantas memutuskan untuk mematuhi permintaan Beijing menghapus rujukan di laman mereka atau di muatan lain, yang menunjukkan Taiwan, Hong Kong, dan Makau adalah bagian negara merdeka dari Cina.
Pemerintah Australia menganut Kebijakan Satu Cina, yang berarti tidak mengakui Taiwan sebagai negara. Namun, Bishop dalam pernyataan surat elektronik menyatakan bahwa perusahaan swasta harus dapat melakukan kegiatan usaha bebas dari tekanan politik pemerintah.
"Keputusan tentang bagaimana Qantas membangun lamannya adalah masalah perusahaan," katanya.
Kedutaan Cina di Australia belum menanggapi permintaan untuk komentar. Taiwan diklaim oleh Beijing sebagai bagian wilayahnya dan telah menjadi salah satu isu yang paling sensitif di Cina serta berpotensi titik panas militer.
Hong Kong dan Makau merupakan bekas koloni Eropa yang kini menjadi bagian dari Cina, tetapi sebagian besar dijalankan secara otonom. Hubungan Sino-Australia telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir, hanya dua tahun setelah kesepakatan pakta perdagangan bebas setelah Canberra menuduh Beijing mencampuri urusan dalam negerinya.
Perdana Menteri Malcolm Turnbull merujuk pada laporan yang mengganggu dengan campur tangan Cina, ketika ia mengumumkan rencana pada akhir 2017 untuk memperkenalkan undang-undang baru yang keras untuk membatasi pengaruh asing, termasuk larangan donasi politik lepas pantai. Cina membantah tuduhan tersebut dan mengajukan protes diplomatik resmi sebagai tanggapan.