Rabu 06 Jun 2018 15:41 WIB

Ketua Tim Perumus RKUHP: Kami tak Mungkin Menghancurkan KPK

DPR tengah membahas revisi KUHP yang dinilai akan melemahkan kewenangan KPK.

Muladi
Foto: Republika
Muladi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Perumus Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Muladi menegaskan bahwa RUU KUHP tidak akan mengganggu kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Muladi menegaskan, timnya tidak mungkin berniat menghancurkan KPK.

"Pengaturannya tetap dilakukan terpisah. Jadi, di dalam KUHP itu diatur core crime-nya saja, core crime itu tindak pidana pokok. Kalau korupsi itu yang terkenal di sini core crime-nya di dalam Pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi," kata Muladi dalam konferensi pers di gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Rabu (6/6).

Sebelumnya, KPK tidak dapat memenuhi permintaan pemerintah dan DPR mengenai rumusan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dalam bentuk pidana pokok. Muladi menerangkan, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tetap ada di luar KUHP, namun, pidana pokok sebagai jembatan diatur dalam RKUHP.

Dia menyatakan dalam RKUHP pada Pasal 729 juga menegaskan tindak pidana khusus tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga masing-masing. "Pasal 729 itu aturan peralihan yang menyatakan bahwa pada KUHP ini mulai berlaku nantinya ketentuan tentang tindak pidana khusus dalam UU ini tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam UU masing-masing, tidak akan menganggu dan mengurangi kewenangan KPK," ungkap Muladi yang juga mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) itu.

Ia menegaskan tidak ada maksud dari KUHP tersebut mengganggu kewenangan KPK. Karena, menurut Muladi, telah diatur dalam Pasal 729 dalam RKUHP.

"Saya ulangi pada saat KUHP ini mulai berlaku ketentuan tentang tindak pidana khusus tetap dilaksanakan berdasarkan kwenangan lembaga yang telah diatur di dalam Undang-Undang masing-masing ada KPK, BNN, PPATK, Komnas HAM, dan sebagainya," kata Muladi.

Ia menyatakan sebagai orang yang turut merancang Undang-Undang KPK tidak mungkin akan menghancurkan KPK. "Jadi, ini sangat penting untuk diperhatikan, persoalannya apakah kita akan melemahkan KPK, apakah kita akan mendeligitimasi tindak pidana korupsi, sama sekali tidak ada," ujar Muladi yang juga pakar hukum pidana itu.

photo
Infografis Revisi KUHP

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, masalah tindak pidana korupsi (tipikor) tidak perlu dimasukkan dalam RUU KUHP yang saat ini tengah dibahas DPR. Basaria menilai pemberantasan korupsi tidak akan terganggu jika pasal tipikor tak dimasukkan dalam RUU KUHP.

"Dia sudah jadi UU tersendiri harusnya tidak perlu dua kali karena sudah diatur," kata Basaria Panjaitan ditemui usai penyerahan LHP LKPP 2017 oleh BPK kepada Presiden di Istana Negara Jakarta, Senin (4/6).

Basaria mengatakan, masalah tipikor sudah diatur dalam UU tentang KPK sehingga dipertanyakan jika dimasukkan kembali dalam RUU KUHP. "Sebenarnya cara berpikirnya simpel. Kita punya pemikiran itu memang lex specialis ya. Itu benar. Secara umum untuk kewenangan, kewenangan itu diatur di UU KPK, " ujarnya.

Ia menyebutkan, pihaknya sudah mengirim surat kepada Presiden mengenai masalah itu.  Ketika ditanya apakah langkah itu akan menyulitkan KPK dalam pemberantasan korupsi,  Basaria mengatakan tidak. "Tapi untuk apa dua kali," ucapnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement