REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengakui, tidak selayaknya orang yang sudah melakukan korupsi untuk maju mewakili rakyat lewat pencalonan legislatif (caleg). Namun, pelarangan pencalegan tersebut harus dilakukan dengan cara yang benar.
"Semangatnya sama, presiden juga sudah komentar, wakil presiden komentar, saya juga komentar. Memang tidak selayaknyalah orang sudah korup, sudah punya cacat maju lagi mewakili rakyat, dipilih lag," kata Wiranto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/6).
Namun, lanjut dia, cara untuk melarang orang-orang yang seperti itu tidak boleh salah. Wiranto mengatakan, sementara ini, cara tersebut diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Padahal, kata dia, ada semangat dalam undang-undang (UU) yang mana tingkat peraturan perundang-undangan yang di bawah tak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya.
"Ada itu. Misal UU tidak boleh bertentangan dengan UUD. Peraturan pemerintah, peraturan menteri, tidak boleh bertentangan dengan UU, kan begitu," ujarnya.
Menurutnya, jika PKPU itu akhirnya ditandatangani oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), maka Kemenkumham yang akan disalahkan. Itu lantaran apa yang ditandatangani itu menentang peraturan yang ada di atasnya.
"Misalnya keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang sudah final. Itu kan menyatakan bahwa boleh selama tuntutan hukuman itu tak lebih dari lima tahun, sudah menjalani (hukuman) boleh," tuturnya.
Jika tiba-tiba ada PKPU yang mengatur akan hal itu, Wiranto menilai, maka nantinya akan ada kesemerawutan hukum yang terjadi. Karena itu, menjadi tugasnya sebagai Menko Polhukam dan Kemenkumham untuk menata hukum agar pasti.
"Sehingga jelas, ini pun saya rapatkan lagi nanti," tambah dia.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman, mengatakan aturan yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) bisa dimasukkan dalam UU Pemilu. Selain itu, KPU juga menyarankan adanya Perppu untuk bisa menegaskan larangan ini.
Menurut Arief, secara ide dan substansi, semua pihak mendukung pemberantasan korupsi dalam pemilu. Ide KPU yang ingin melarang adanya caleg dari mantan narapidana kasus korupsi juga didukung banyak pihak.
"Hanya saja, yang menjadi perdebatan itu soal bagaimana pengaturannya.KPU memandang supaya larangan ini efektif, efisien dan cepat maka dibuat dalam Peraturan (PKPU). Kemudian rekan-rekan di Kementerian Hukum. Dan HAM (Kemenkum-HAM) menyatakan kalau aturan ini harus dimasukkan di dalam undang-undang," ujar Arief kepada wartawan di Kantor Kemenkum-HAM, Kuningan, Jakarta Pusat, Selasa (5/6).
Perbedaan pendapat ini, kata Arief, terjadi saat KPU bertemu dengan Kemenkum-HAM pada Selasa pagi. Karena itu, KPU mengusulkan agar ada dua cara yang ditempuh.