Jumat 22 Jun 2018 15:30 WIB

KPK Perpanjang Penahanan Bupati Purbalingga

Penahanan empat tersangka lainnya juga diperpajang.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Petugas KPK melanjutkan proses penggeledahan ke ruang kerja bupati, usai menggeledah rumah dinas Bupati Purbalingga, di komplek Kantor Bupati Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (6/6).
Foto: Antara/Idhad Zakaria
Petugas KPK melanjutkan proses penggeledahan ke ruang kerja bupati, usai menggeledah rumah dinas Bupati Purbalingga, di komplek Kantor Bupati Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (6/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan  Bupati Purbalingga. Perpanjangan penahanan juga dilakukan terhadap empat  tersangka lainnya dalam kasus dugaan suap kepada Bupati Purbalingga terkait Pengadaan Barang dan Jasa di Pemkab Purbalingga.

"Perpanjangan dilakukan selama 40 hari ke depan terhitung hari ini sampai dengan 31 Juli 2018," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Jumat (22/6).

KPK sebelumnya menetapkan Bupati Purbalingga Tasdi  (TSD) sebagai tersangka tindak korupsi menerima hadiah atau janji oleh Bupati Purbalingga, terkait pengadaan barang dan di pemerintahan Kabupaten Purbalingga.

Selain TSD, KPK juga menetapkan Hadi Iswanto (HIS) Kabag ULP Pemkab Purbalingga sebagai penerima suap. Sementara sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Hamdani Kosen, Librata Nababan dan Ardiwinata Nababan selaku pihak swasta.

Pemberian suap tersebut disinyalir bagian dari komitmen fee sebesar Rp500 juta yang telah disepakati kedua belah pihak dari pembangunan Purbalingga Islamic Center tahap 2 tahun 2018 senilai Rp22 miliar.  Pembangunan Purbalingga Islamic Center itu merupakan proyek multi years yang dikerjakan selama tiga tahun, 2017-2019 senilai total Rp99 miliar.

Diduga pemberian tersebut merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5 persen dari total nilai proyek, yaitu sebesar Rp500 juta. Dalam operasi tangkap tangan tersebut, tim KPK mengamankan uang tunai Rp 100 juta dan mobil Avanza yang digunakan HIS saat menerima uang sebagai barang bukti dalam OTT tersebut.

Atas perbuatannya Tasdi dan Hadi disangkakan melanggar pasal 12 huruf a dan pasal 12 huruf b, atau pasal 11 dalam Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1.

Sementara kepada Hamdani, Librata dan Ardiwinata yang diduga pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement