Ahad 24 Jun 2018 14:28 WIB

KPPOD Soroti Temuan Pelanggaran Netralitas ASN di 5 Provinsi

Bentuk pelanggaran terbanyak ialah mengikuti deklarasi calon dan kampanye di Fb.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Reiny Dwinanda
Ketua Bawaslu Jabar, Harminus Koto menandatangani fakta integritas untuk netralitas ASN dalam Pilkada Serentak di Lingkungan Pemprov Jabar, di Hotel Trans, Selasa (30/1)
Foto: Republika/Arie Lukihardianti
Ketua Bawaslu Jabar, Harminus Koto menandatangani fakta integritas untuk netralitas ASN dalam Pilkada Serentak di Lingkungan Pemprov Jabar, di Hotel Trans, Selasa (30/1)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) telah melakukan penelitian terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018 di lima provinsi. Dari penelitian tersebut, KPPOD menemukan adanya pelanggaran netralitas ASN di Sumatra Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.

"Dalam pelanggaran netralitas ASN di daerah, ditemukan dua tipologi berbeda, yakni adanya politisasi birokrasi maupun birokrasi berpolitik," kata Aisyah Nurrul Jannahu di kawasan Cikini, Jakarta, Ahad (24/6).

Aisyah mengungkapkan politisasi birokrasi kerap dilakukan oleh pejawat maupun tim sukses dalam mengintervensi birokrasi melalui program dan kegiatan maupun mobilisasi ASN. Namun, di sisi lain, ASN juga membuka diri ke arena politik untuk mendukung kandidat calon.

Pelanggaran tersebut dilakukan oleh ASN yang memegang jabatan mulai dari sekretaris daerah, kepala dinas, kepala desa, camat, dan guru.  "Sementara itu, bentuk pelanggaran terbanyak oleh ASN adalah mengikuti deklarasi calon dan melakukan kampanye terhadap salah satu calon di media sosial Facebook," ujarnya.

Ia menuturkan, keterlibatan politikus dan birokrat dalam penyelenggaran pemilihan memang tidak bisa dihindari. Menurutnya hal itu tidak terlepas dari beberapa faktor penyebab seperti instrumen kebijakan yang masih kontraproduktif dengan semangat untuk menjaga netralitas, masih kuatnya budaya patron-klien di tubuh birokrasi, proses penempatan pejabat yang tidak transparan dan akuntabel, adanya calon petahana, penegakan sanksi yang tidak tegas, dan kurang optimalnya pengawasan dari internal pemerintah.

Untuk itu, Aisyah memandang perlu adanya pembenahan reformasi birokrasi menuju ASN yang netral dan profesional. Sejumlah strategi yang bisa dilakukan, antara lain penguatan dari segi kebijakan netralitas ASN, memperbaiki tata kelola dan manajemen ASN berdasarkan ASN, pemberian sanksi  yang tegas, dan mengoptimalkan pengawasan secara berkala.

Aisyah mengungkapkan alasan dipilihnya lima provinsi tersebut antara lain adanya keterwakilan wilayah, laporan indeks kerawanan pemilu dari Bawaslu, dan adanya kandidat pejawat di daerah tersebut.

"Adanya petahana ini jadi pertimbangan kita, di lima provinsi itu kan pasti ada petahana, baik kota mupun provinsi," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement