REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepatuhan pajak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih minim. Dari 60 juta unit UMKM di Indonesia, baru sekitar 2,5 persen atau sebanyak 1,5 juta Wajib Pajak (WP) yang melaporkan pajaknya.
Meski begitu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan, jumlah WP UMKM terus meningkat sejak diberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM.
"Pada 2013, 220 ribu WP membayar PPh Final dengan tarif 1 persen sejumlah Rp 428 miliar. Kemudian, pada 2017, 1,5 juta UMKM membayar dengan penerimaan negara mencapai Rp 5,8 triliun," kata Hestu dalam diskusi di Jakarta, Rabu (27/6).
Ditjen Pajak optimis penurunan tarif PPh Final menjadi 0,5 persen bisa meningkatkan jumlah WP UMKM. Untuk mencapai hal itu, Ditjen Pajak akan mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat.
"Kami optimis. Kami siapkan skema sosialisasi di kantor wilayah, kami juga ada UMKM binaan di daerah-daerah, kerja sama dengan asosiasi, perbankan, dan Himbara," kata dalam diskusi di Jakarta, Rabu (27/6).
Penurunan tarif PPh Final UMKM tersebut tertera dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Aturan itu merupakan pengganti PP Nomor 46 Tahun 2013.
Selain bisa meningkatkan kepatuhan, skema kebijakan tersebut diharapkan dalam jangka menengah panjang bisa ikut mendorong perekonomian. Ia mengaku, penurunan tarif pajak bisa dimanfaatkan UMKM untuk menambah modal usahanya.
Terlebih, ujarnya, UMKM menopang sekitar 60 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. "Jadi dengan penurunan tarif ini juga akan mendorong kepada UMKM supaya bisa lebih berkembang lagi," kata Hestu.