Jumat 29 Jun 2018 21:49 WIB

Analisis LSI Soal Melonjaknya Suara Sudrajad-Syaikhu

Suara Sudrajad-Syaikhu naik salah satunya karena ajakan tokoh agama.

Red: Joko Sadewo
Calon Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Emil) bersama tim pendukung mengekspresikan kegembiraan, di Hotel Papandayan, Kota Bandung, Rabu (27/6).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Calon Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Emil) bersama tim pendukung mengekspresikan kegembiraan, di Hotel Papandayan, Kota Bandung, Rabu (27/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – LSI Denny JA  mengaku tidak terkejut dengan perolehan suara pasangan pilkada di 10 provinsi. Kecuali untuk wilayah-wilayah tertentu yang persaingannya memang cukup ketat seperti Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Utara.

Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Network Denny JA, Toto Izul Fatah, mengatakan potensi kemenangan pasangan calon sudah terpotret dua hingga sebulan sebelumnya. “Memang terjadi dinamika yang ketat dalam H-1 bulan sampai H-2 minggu. Tentu, dalam sisa waktu itu selalu terjadi migrasi suara, tergantung kecerdasan masing-masing pasangan dan timnya untuk memanfaatkan peluang waktu tersisa. Terutama, dalam wilayah wilayah yang masih tinggi soft supporter nya,”  kata Toto dalam siaran persnya, Jumat (28/6).

Ia menyebutkan kasus Jawa Barat, dimana Ridwan Kamil muncul sebagai pemenangnya versi quick count sejumlah lembaga survei, termasuk LSI Denny Ja. Secara umum tak ada surprise, kemenangan pasangan RINDU ini memang sudah terpotret satu dan dua bulan sebelumnya. Memang terjadi kenaikan cukup signifikan dari pasangan nomor urut 4, Sudrajat-Ahmad Syaikhu, dari sebelumnya 8,9% melesat ke 28,05%.

Namun, menurut Toto, dari hasil analisisnya, kenaikan signifikan pasangan ASYIK diduga lebih karena  pasangan ini dapat limpahan berkah suara terbanyak dari kemerosotan dua pasang lainnya, yakni RINDU yang Ridwan Kamilnya diserang isu LGBT dalam H-1 bulan dengan cukup massif, dan Dua DM, yakni Dedi Mulyadinya sebagai wakil diserang isu dukun dan fatwa ulama Purwakarta yang juga cukup masif.

Disamping, lanjut Toto, tentu juga tak dipungkiri adanya faktor sumbangan kemasan program yang  cerdas dan massif dari pasangan ASYIK, mulai dari mesin partai PKS sampai ke aneka testimoni sejumlah tokoh agama yang terang-terangan mengajak memilih pasangan nomor urut 3, seperti dari ustad Arifin Ilham, Mamah Dedeh dan lainnya.

Kenapa limpahan suara lebih banyak ke ASYIK, tidak ke HASANAH nomor urut 2? Hal itu, menurut Toto, lebih karena pasangan ASYIK dianggap yang paling minimal resistensinya ketimbang HASANAH.

Kalau melihat dari tracking survey LSI pada Maret dan Juni, menurut Toto, kedua pasang, RINDU dan Dua DM ini memang mengalami tren penurunan. RINDU yang pada Maret 39% dan turun pada Juni ke  38%, lalu turun lagi ke 32% pada quick count kemarin. “Begitu juga Dua DM yang andalan pengumpul suaranya ada di Dedi Mulyadi, karena Deddy Mizwar sudah mentok, terjadi penurunan cukup drastis karena dua isu tadi,” ungkapnya.

Toto menegaskan, jika merujuk pada data survei, sekali lagi, siapa yang potensial menang dan kalah itu sudah bisa diprediksi. Soal terjadinya kasus kenaikan dan penurunan suara masing-masing calon pasti ada sebab dan alasannya yang logis seperti kasus Jawa Barat.

Biasanya, kata dia, hasil survei berbeda dengan hasil quick count karena dua faktor. Pertama, terjadi money politic. Kedua, jika ada tsunami politik seperti terkena kasus hukum dengan ditangkap KPK, isu perselingkuhan, serangan negative campaign terhadap personal figur dan lain-lain. Namun, semua itu akan sangat tergantung kepada seberapa publik tahu dan yakin terhadap isu tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement