REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempersilakan pihak yang keberatan dengan norma larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA). Ketua KPU Arief Budiman mengatakan peraturan komisi pemilihan umum (PKPU) nomor 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota leguslatif, bukanlah aturan yang tidak bisa diubah.
"Peraturan KPU bukan suatu yang tidak bisa diapa-apakan, diubah, diperbaiki tentu bisa. Tapi cara mengubah, memperbaiki itu sudah diatur mekanisme di dalam peraturan perundang-undangan, siapapun boleh, kalau mau nyalon dan tidak setuju dengan PKPU silakan judisial review di MA," ujar Arief di Jakarta, Ahad (1/7).
Sebab menurutnya, PKPU yang telah ditetapkan KPU dan dipublikasikan tersebut telah terlebih dahulu dikaji oleh KPU. KPU juga kata Arief, telah merasa cukup dengan substansi di PKPU tersebut. Akan tetapi, KPU terbuka untuk melakukan perbaikan jika memang dirasa perlu untuk diperbaiki.
"Apa yang dilakukan sekarang bukan berarti kemudian menjadi mati dan tidak bisa bergerak, tidak ruang masih ada melalui MA, melalui KPU sendiri melakukan revisi bisa, masih ada ruang, tapi sampai hari ini kami memandang PKPU cukup," kata Arief.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya resmi memberlakukan aturan larangan tersebut dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 perihal Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan pantauan di laman JDIH KPU, aturan tersebut sudah diunggah sejak Sabtu sore dan dapat diunduh oleh masyarakat umum, meskipun aturan tersebut menuai polemik dari berbagai pihak.
"Aturan itu sudah diumumkan di Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) KPU," ujar Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, Sabtu (30/6) sore.
Baca juga: PAN Dorong Pihak yang tak Setuju dengan PKPU Gugat ke MA
Sebelumnya, Ketua DPP PAN Yandri Susanto mengatakan pihak-pihak yang keberatan dan merasa dirugikan atas diterbitkannya PKPU tersebut untuk mengajukan uji materi pasal tersebut ke Mahkamah Agung. "Bagi para pihak yang tidak puas atau mungkin juga ada parpol-parpol lain atau bahkan calon anggota DPD RI itu misalkan itu tidak bisa atau terhambat dengan PKPU itu kan bisa menggugat kepada MA. Karna itu kan tingkat peraturan ya," ujar Yandri.
Hal itu lebih efektif daripada adanya wacana untuk menggunakan cara lain, salah satunya hak angket DPR kepada KPU atas penerbitan PKPU tersebut. "Belum sampai kesana ya. PAN mendorong masih ada upaya hukum ke MA, mungkin dalam 2 minggu atau sebulan kan MA bisa memutus. Kalau ada pihak yang merasa dirugikan saya kira KPU juga terbuka kok kalau itu digugat di MA dan KPU juga akan menerima kok hasilnya," kata Yandri.