REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan Gubernur nonaktif Jambi, Zumi Zola (ZZ). Perpanjangan penahanan dilakukan demi kepentingan penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi.
"Penyidik memperpanjang penahanan terhadap ZZ, Gubernur Jambi selama 30 hari ke depan terhitung 8 Juli hingga 6 Agustus 2018 dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Rabu (4/7).
Febri mengungkapkan, penyidik KPK masih membutuhkan keterangan Zumi Zola dan proses pemeriksaan saksi-saksi lain. "Termasuk pendalaman terhadap fakta-fakta persidangan di kasus suap yang telah di sidang untuk beberapa terdakwa di Jambi" ucap Febri.
Zumi ditetapkan sebagai tersangka bersama pelaksana tugas Kadis PUPR Arfan. Zumi dan Arfan diduga menerima gratifikasi Rp 6 miliar dari beberapa kontraktor. Uang itu disinyalir diberikan sebagai uang 'ketok palu' kepada anggota DPRD Jambi.
Kasus yang menjerat Zumi ini merupakan pengembangan dari kasus suap pengesahan APBD 2018. Dalam kasus pengesahan APBD Jambi ini, KPK lebih dulu menetapkan empat orang tersangka. Keempat tersangka itu, yakni anggota DPRD Provinsi Jambi Supriyono, Plt Sekda Jambi, Erwan Malik, Plt Kadis PUPR Jambi Arfan, dan Asisten Daerah III Syaifuddin.
Terdakwa Supriono (51), politikus PAN yang juga anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019, mengakui ada uang 'ketok palu' untuk pengesahan RAPBD Provinsi Jambi 2018 yang merugikan negara Rp 3,4 miliar. Hal itu diakui terdakwa Supriono dihadapan majelis hakim yang diketuai Badrun Zaini pada sidang di Pengadilan Tipikor Jambi, Rabu (30/5).
Di hadapan majelis hakim, terdakwa Supriono, mengatakan, anggota dewan tidak akan hadir pada sidang paripurna DPRD untuk mengesahkan ABPD Jambi jika tidak ada uang 'ketok palu' yang mereka minta untuk diberikan. Terdakwa juga mengakui bahwa ide permintaan uang 'ketok palu' itu berawal dari dewan.
Para anggota DPRD Jambi tidak mau sidang jika tidak ada uang. Alasannya, uang 'ketok palu' sejak 2017 sudah ada dan diantar langsung oleh Kusnindar ke rumah masing-masing anggota dewan.
"Ada dua kali pemberian, pertama akhir 2016 sebesar 100 juta, kemudian tahap kedua pada bulan April 2017. Saya terima tahap pertama dan untuk tahap kedua ada delapan orang yang tidak terima yakni lima dari Fraksi PAN, dua orang dari PKS dan satu dari Nasdem," kata Supriono pada persidangan pemeriksaan dirinya di pengadilan itu.