REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyatakan gim online yang sering digunakan oleh anak-anak dan kaum muda dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi teroris. Dari temuan awal, kelompok teroris juga menggunakan gim online untuk mengkomunikasikan serangan yang akan mereka lakukan.
"Ini yang baru dideteksi. Memang tidak disebarluaskan," kata Jubir BSSN Anton Setiawan usai menjadi pembicara Seminar Indonesia International Defense Science (IIDS) 2018 di Universitas Pertahanan (Unhan), Jakarta, Kamis (12/7).
Menurut dia, pihaknya melihat ada potensi serangan terorisme di Prancis menggunakan gim Play Station 4. Sekarang dengan perkembangan gim daring (online) akan memiliki potensi yang lebih besar lagi.
"BSSN belum menemukan jalan sebetulnya bagaimana menemukan pemblokiran (blocking) terhadap aplikasi gim itu lantaran aplikasi gim online digunakan oleh semua anak-anak di seluruh dunia," kata Anton.
Ia mengaku bahwa pihaknya tidak bisa melakukan pemblokiran begitu saja karena akan menimbulkan banyak permasalahan. Namun, pihaknya akan mencoba bekerja sama dengan para periset gim daring untuk melakukan deteksi dini.
"Bukan saja gim online, melainkan juga aplikasi-aplikasi di kehidupan masnusia yang memungkinkan untuk dijadikan komunikasi," jelasnya.
Saat ini, BSSN terus meningkatkan kerja sama secara lebih spesifik dengan negara-negara yang berkomitmen mencegah gerakan aksi teror, termasuk kerja sama dalam forum bilateral badan siber Malaysia dan Singapura, tingkat Asia Pasifik, OKI, dan kerja sama global lainnya.
Selain sarana komunikasi yang ada di Console PS-4, diduga kuat juga masih ada gim daring lain yang memiliki sarana komunikasi langsung yang digunakan teroris, di antaranya Clash of the Titans, Clash of Clan, dan War of World Craft. "BSSN mendapatkan informasi dari mereka. Hal ini masih sebatas close information dan antisipasi BSSN. Akan tetapi, kalau itu digunakan, akan sangat luar biasa efeknya. BSSN mendeteksinya sangat sulit," tutur Anton.
Menurut dia, tindakan preventif bisa dilakukan. Namun, dampaknya akan luar biasa karena teroris berada di ranah publik dan tidak spesifik. "Kalau spesifik tersendiri, mudah melihat, quarantine, kemudian melakukan aksi. Akan tetapi, ketika dia berbaur dengan publik, akan sangat sulit bagi BSSN melakukan deteksi," tutur Anton.
Ia pun mengingatkan agar semua orang mulai berpikir bahwa kemajuan teknologi informasi harus diperhatikan oleh semua lapisan masyarakat, termasuk pengambil keputusan.