REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melakukan razia dan penindakan pada penambangan timah ilegal di Bangka Provinsi Bangka Belitung (Babel). Penindakan dilakukan tim gabungan yang melibatkan Balai Penegakan Hukum Gakkum Kementerian LHK Wilayah Sumatera, Detasemen POM TNI Kodam II/ Sriwijaya, Dinas Kehutanan Babel dan Polisi.
Dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, tim gabungan melakukan penindakan terhadap tambang ilegal di Desa Cit Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka. Tim berhasil mengamankan dua orang pelaku penambangan dan barang bukti alat berat yang digunakan untuk mengeksploitasi tambang timah secara ilegal di kawasan hutan produksi Sungailiat Mapur pada 11 Juli 2018.
Menurut Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian LHK Yazid Nurhuda, dari hasil penindakan tim gabungan berhasil diamankan dua orang, yaitu HS (41 tahun) warga Dusun Airtenggiling, Desa Cit pemilik tambang dan P yang menjadi operator alat berat. “Dua orang tersebut sudah ditetapkan menjadi tersangka dan sekarang ditahan di Jakarta,” katanya, Sabtu (14/7).
Selain menahan dua tersangka, tim gabungan juga menyita tiga unit alat berat. Saat tim akan menyita alat berat dan mengamankan dua tersangka tersebut sempat mendapat penghadangan dari warga dan aparat desa setempat. Kepala Desa Cit Ardani dan seorang bernama Irwan yang mengaku dari LSM melarang tim mengangkut barang bukti dan pelaku yang akan diproses.
Dua alat berat yang digunakan tersangka dalam mengeruk hasil tambang ilegal (Foto: Maspril Aries/Republika)
Yazid Nurhuda menjelaskan, setelah negosiasi untuk menjaga situasi dan kondisi yang tidak kondusif, kepala desa membuat surat pernyataan penolakan mengangkut BB dan ditandatangani oleh masyarakat. Dua pelaku HS dan P tetap dibawa ke Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Babel untuk dimintai keterangan PPNS (penyidik pegawai negeri sipil) Kementerian LHK.
Penyidik menetapkan pemilik tambang inisial HS menjadi tersangka penambang tanpa izin di dalam kawasan hutan. Tersangka melanggar pasal 109 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkugan Hidup dan pasal 89 UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman sanksi pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
“Perkara ini akan dikembangkan untuk mengungkap aktor intelektual atau cukong serta para pihak yang terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut, termasuk pihak-pihak yang menghalangi proses penegakan hukum yang dilakukan. Kami akan berkoordinasi dengan aparat hukum lainnya. Harus ada efek jera,” kata Yazid Nurhuda.
Sementara itu menurut Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Kementerian LHK Sustyo Iriyono, operasi oleh tim gabungan untuk pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan baik dari kegiatan penambangan illegal, pengunaan kawasan secara tidak sah maupun kebakaran hutan.
“Penegakan hukum terhadap pelaku penambangan ilegal harus ditindak tegas dan dihukum seberat-beratnya. Pelaku tidak hanya merugikan negara, tapi mereka telah merusak lingkungan dan mengancam keselamatan jiwa. Ini kejahatan luar biasa,” katanya.