Kamis 19 Jul 2018 00:18 WIB

Pengojek Daring Terduga Teroris Dibekuk Densus 88

Penangkapan merupakan pengembangan dari peristiwa bom di Surabaya.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Indira Rezkisari
Police line
Foto: Wikipedia
Police line

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang tukang ojek daring yang diduga teroris ditangkap tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Pria berusia 40 tahun bernama Joko alias Abu Jalal itu ditangkap pada Rabu, (18/7), sekitar pukul 14.30 WIB.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal mengatakan, terduga teroris bernama Joko ditangkap di Jalan Jogja-Solo, Dusun Keniten, Desa Tamanmartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman. Iqbal menjelaskan, terduga teroris Joko ditangkap saat sedang berjualan es dawet di Jalan Jogja-Solo, Dusun Kaniten, Desa Taman Martani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman.

"Setelah penangkapan dilakukan penggeledahan di rumah terduga teroris diperoleh buku-buku tentang jihad dan sebilah pedang," kata Iqbal, Rabu (18/7).

Usai penggeledahan, Joko yang juga berprofesi sebagai ojek daring dibawa oleh Densus 88 guna melakukan pemeriksaan. Penangkapan ini pun menambah rentetan jumlah terduga teroris yang ditangkap Polri pascateror Surabaya dan disahkannya UU Antiteror.

Kapolri Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian mengungkapkan pascakejadian teror bom yang terjadi di Surabaya, jajarannya telah mengamankan ratusan terduga teroris. Sebanyak 20 diantaranya tewas lantaran ditembak polisi.

Penangkapan tersebut merupakan pengembangan dari peristiwa bom di Surabaya. Yang terakhir, aparat kepolisian melakukan tindakan tegas terhadap tiga terduga teroris di Yogyakarta. Selain itu, hasil tersebut juga berkaitan dengan penangkapan terduga teroris terkait dengan penyerangan Mapolres Indramayu.

"Pengembangan kasus bom Surabaya 194 plus kemarin tiga tertembak 197.  Kemudian di Indramayu ya itu sudah ditangkap lagi ada sembilan lanjutan dari dua orang yang mau menyerang Polres," ucap Tito.

Tito menjelaskan, tindakan tegas Detasemen Khusus 88 Antiteror  merupakan salah satu cara untuk membuat para anggota kelompok teroris di Indonesia menjadi jera. Menurut Tito, para terduga teroris bukanlah pelaku kejahatan biasa, sehingga, penindakannya harus dengan cara yang luar biasa.

"Pelaku yang mereka siap mati. Oleh karena itu, jangan mengambil risiko. Kalau mereka mengancam petugas, menbahayakan masyarakat itu diatur PBB," ujar Tito.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement