Jumat 20 Jul 2018 16:41 WIB

Abbas: UU Yahudi Israel tak Surutkan Perjuangan Palestina

Dalam UU Negara Yahudi, Israel klaim seluruh Yerussalem sebagai ibukotanya

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden Palestina Mahmoud Abbas
Foto: AP Photo/Majdi Mohammed
Presiden Palestina Mahmoud Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengecam penerbitan undang-undang (UU) negara bangsa Yahudi oleh parlemen Israel pada Kamis (19/7). UU tersebut dinilai sengaja dibuat untuk mendepak masyarakat Palestina dari wilayah pendudukan, termasuk Yerusalem.

"UU ini adalah salah satu bentuk konspirasi dalam narasi dan tujuan nasional kita, khususnya Yerusalem dengan kesuciannya," kata Abbas dalam sebuah pernyataan, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA, Jumat (20/7).

(Baca: Uni Eropa Kritik UU Negara Yahudi Israel)

Dalam UU negara bangsa Yahudi, Israel menyatakan seluruh wilayah Yerusalem sebagai ibukotanya. Abbas menegaskan Yerusalem akan tetap menjadi ibu kota Palestina.

"UU baru (Israel) tidak akan mengubah situasi historis Yerusalem sebagai ibu kota negara Palestina yang diduduki, dan tidak akan menyurutkan semangat kita dari perjuangan sah mereka mengalahkan pendudukan dan mendirikan negara merdeka," kata Abbas.

(Baca: Turki Kecam UU Negara Bangsa Yahudi)

Abbas mengatakan hak rakyat Palestina untuk kembali ke tanah mereka yang kini diduduki Israel adalah hak suci dan tak tergoyahkan serta dijamin hukum internasional. Terutama adalah Resolusi 194 yang menegaskan hak kembalinya para pengungsi Palestina ke rumah mereka.

Ia menyerukan masyarakat internasional untuk segera turun tangan dan memikul tanggung jawabnya menghentikan UU negara bangsa Yahudi Israel yang rasis. Abbas pun mendesak agar Israel segera menerapkan resolusi internasional yang sesuai.

UU Jewish Nation State atau Negara Bangsa Yahudi diloloskan parlemen Israel atau Knesset pada Kamis (19/7). Dengan diloloskannya UU tersebut, Israel memproklamirkan diri sebagai negara atau tanah air bangsa Yahudi.

UU mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Selain itu, UU itu pun mencabut status bahasa Arab sebagai bahasa resmi. Dengan demikian hanya terdapat bahasa Ibrani dan bahasa resmi negara.

UU tersebut diyakini akan mendorong Israel untuk terus memperluas proyek permukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan Palestina. Proyek permukiman itu telah dinyatakan ilegal di bawah hukum internasional.

Di sisi lain, UU itu juga dikhawatirkan akan semakin memarginalkan masyarakat Palestina berkewarganegaraan Israel yang mencapai 1,8 juta orang atau sekitar 20 persen dari total populasi masyarakat Israel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement