Senin 23 Jul 2018 14:40 WIB

OTT Lapas Sukamiskin, Prasetyo: Perlu Perbaikan Sistem

Perlu ada perbaikan sistem dan mentalitas aparat yang bertugas.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Jaksa Agung, HM Prasetyo di Kejaksaan Agung, Senin (23/7).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Jaksa Agung, HM Prasetyo di Kejaksaan Agung, Senin (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menilai, operasi tangkap tangan (OTT) di Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin, Jawa Barat, menunjukkan adanya penyelenggara negara yang tidak amanah dalam memegang kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, perlu ada perbaikan sistem dan mentalitas aparat yang bertugas. 

Ia mengimbau para petugas untuk tidak mudah dibujuk dan dirayu para napi koruptor. “Saya kira semua kembali ke aparat pelaksana ya," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (23/7).

Prasetyo menilai, seharusnya petugas di lembaga permasyarakatan melakukan tugas sesuai ketentuan dan prosedur. “Kalau itu dipegang teguh tentu minimal kita bisa berharap berbagai macam penyimpangan bisa dieliminasi dan dihilangkan,” kata dia.

Selain itu, Prasetyo menambahkan, semua penyelenggara negara harus mengemban amanah dengan sebaik-baiknya. “Jangan dicederai jangan dicurangi dan jangan diselewengkan," ujarnya.

KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein. Wahid diduga menerima suap untuk pemberian fasilitas plus bagi para narapidana korupsi, di antaranya adalah Fahmi Darmawansyah.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yaitu Kalapas Sukamiskin Wahid Husein (WH), Hendry Saputra (HND) yang merupakan staf Wahid Husein, narapidana kasus korupsi Fahmi Darmawansyah (FD), dan Andri Rahmat (AR) yang merupakan narapidana kasus pidana umum/tahanan pendamping (tamping) untuk Fahmi Darmawansyah.

KPK menduga, Wahid dan Hendry sebagai penerima, sedangkan Fahmi dan Andri bertindak sebagai pemberi. KPK juga menduga, Wahid menerima pemberian berupa uang dan dua mobil dalam jabatannya sebagai kalapas Sukamiskin.

Penerimaan dilakukan sejak Maret 2018 terkait pemberian fasilitas, izin, luar biasa, dan lainnya yang tidak seharusnya kepada narapidana tertentu. Fahmi diduga memberikan satu unit mobil kepada Wahid sebagai suap untuk mendapatkan fasilitas kamar dan izin bagi Fahmi sebagai tahanan lapas. 

Fasilitas itu terungkap saat KPK menggeledah kamar Fahmi. Berdasarkan rekaman penyidik KPK, terlihat kamar Fahmi dilengkapi dengan penyejuk udara, televisi, lemari es, dan wastafel.

Dalam operasi tangkap tangan itu, penyidik KPK menyita barang bukti uang tunai senilai Rp 279 juta dan 1.140 dolar AS serta dua unit mobil, yakni satu unit Mitsubishi Triton Exceed berwarna hitam dan satu unit Mitsubishi Pajero Sport Dakar berwarna hitam. KPK menemukan dokumen pemberian dan penerima mobil beserta dua mobilnya yang diduga diberikan kepada Kalapas Sukamiskin Wahid Husein sebagai imbalan fasilitas sel Fahmi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement