Jumat 03 Aug 2018 03:07 WIB

Pemkot Surabaya-Sejarawan Observasi Benteng Kedung Cowek

Benteng kedung cowek bisa menjadi salah satu spot destinasi wisata yang unik.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
Benteng Kedung Cowek yang disebut-sebut bisa menjadi salah satu dari rangkaian wisata Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya). Foto dok Pemkot Surabaya
Foto: Dok Pemkot Surabaya
Benteng Kedung Cowek yang disebut-sebut bisa menjadi salah satu dari rangkaian wisata Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya). Foto dok Pemkot Surabaya

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispursip) melakukan observasi mendalam untuk menggali nilai-nilai sejarah keberadaan Benteng Kedung Cowek. Bahkan, dalam menggali informasi, Pemkot menggandeng komunitas pemerhati sejarah agar bisa didapatkan data yang akurat.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispursip) Kota Surabaya Musdiq Ali Suhudi mengatakan, tumbuh dan berkembangnya Kota Surabaya pasti tidak lepas dari masa lalu dan sejarah. Bahkan terkait keberadaan benteng ini, bisa menjadi salah satu bukti kegigihan masyarakat Surabaya dalam pertempuran melawan penjajah.

“Keberadaan benteng yang berada di pesisir laut, mencerminkan Surabaya selain dikenal sebagai Kota Pahlawan juga maritim (kelautan),” kata Musdiq di Surabaya, Kamis (2/8).

Musdik meyakini, ke depan, benteng kedung cowek bisa menjadi salah satu spot destinasi wisata yang unik. Yakni, perpaduan antara wisata dan sejarah. Bahkan menurutnya, Benteng Kedung Cowek ini bisa menjadi salah satu dari rangkaian wisata Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya).

Mulai dari timur yakni, Mangrove Gunung Anyar, Mangrove Wonorejo, Pantai Ria Kenjeran, THP Kenjeran, Jembatan Suroboyo, Sentra Ikan Bulak, Cable Card, Lapangan Tembak, Benteng Kedung Cowek, dan megastruktur Jembatan Suromadu.

“Kalau obyek-obyek ini bisa saling diintegrasikan, ini akan menjadi salah satu obyek wisata yang kompleks dan orang yang berkunjung ke Surabaya akan mengalami irama yang berbeda-beda,” ujar Musdiq.

Menurut Musdiq, dari seluruh obyek tersebut, yang perlu penanganan khusus adalah benteng. Karena kondisinya sebagian besar masih tertutup dengan pepohonan. Bahkan, di area ini juga terdapat sebuah sumber air yang menjadi salah satu bukti otentik digunakannya benteng pada peristiwa perang 10 November.

“Nanti mungkin kedepan akan kita koordinasikan bagaimana benteng ini bisa menjadi obyek wisata yang menarik,” kata Musdiq.

Musdiq mengungkapkan, penggalian informasi benteng tidak hanya di lokasi, bahkan Dispursip juga menelusuri beberapa tempat yang ada kaitannya dengan Benteng Kedung Cowek. Kendati demikian, Dispursip masih terus melakukan penelusuran peta yang lama. Karena bisa jadi, keberadaaan benteng ini ada rangkaiannya dengan bangunan-bangunan di lokasi lain.

"Ini akan kita coba telusuri lebih lanjut, agar obyek ini betul-betul lengkaplah kalau kita pasarkan menjadi sebuah destinasi wisata," ujar mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya ini.

Salah satu pendiri komunitas pemerhati sejarah, Roode Brug Soerabaia, Ady Setyawan mengungkapkan Benteng Kedung Cowek ini punya peranan penting dalam peristiwa pertempuran 10 November 1945. Bahkan, bukti begitu dahsyatnya pertempuran Surabaya masih terlihat jelas dari bekas bangunan benteng yang rusak imbas dari tembakan senjata.

Terbukti, dari hasil penelusuran di lokasi, ditemukan beberapa peluru yang masih bersarang di tembok benteng. “Benteng ini pada perang 10 November, digunakan oleh bekas pasukan Heiho bentukan Jepang, merupakan orang-orang yang berasal dari Sumatera,” kata dia.

Bekas pasukan Heiho ini, lanjut ia, sebelumnya bertempur di Pulau Morotai dengan kondisi kalah perang. Ketika pasukan ini sampai di Surabaya, oleh Kolonel Wiliater Hutagalung mereka diminta untuk kembali membantu melawan sekutu.

Dinilai dari sisi lain, benteng ini juga menjadi salah satu bukti kuat bahwa tahun 1945, rasa satu nusa, satu bangsa, untuk berjuang bersama mempertahankan Indonesia dari para penjajah sudah kuat. “Tanpa memikirkan berasal dari suku mana, mereka rela berkorban ikut berjuang bertempur di Kota Surabaya,” kata Ady.

Ady menambahkan, keberadaan dua aset besar di Surabaya, juga menjadi alasan kuat para pejuang dari seluruh pelosok nusantara rela mati-matian mempertahankan Kota Surabaya. Dua aset tersebut yakni pelabuhan Surabaya, tempat akses keluar dua-pertiga pabrik gula terbesar se Jawa, dan yang kedua yakni keberadaan pangkalan angkatan laut terbesar se Hindia-Belanda.

“Dua aset itu yang menjadi alasan Surabaya dipertahankan oleh deretan perbentengan yang memanjang dari Surabaya, Gresik, dan Bangkalan. Benteng Kedung Cowek ini, yang paling besar dari deretan perbentengan itu,” ujar Ady.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement