REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 360 dari 520 warga binaan sosial (WBS) yang ditampung Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya (PSBIBD) 2, Cipayung, Jakarta Timur, merupakan orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ). Rata-rata usia mereka masih di bawah 45 tahun.
Salah satu petugas PSBIBD 2, Wendi, mengatakan, hampir 70 persen WBS di barak gangguan jiwa masih berada di usia potensial. Menurut dia, tren itu meningkat beberapa tahun terakhir.
"Lihat saja itu, mukanya masih muda-muda semua," kata Wendi, Jumat (27/7), sambil menunjukkan WBS yang berada di dalam barak. Republika berkesempatan meninjau salah satu panti sosial terbesar milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini pada Jumat pagi.
Orang dengan gangguan kejiwaan dan masalah mental yang berada di panti ini adalah yang ditemukan di jalan-jalan atau tempat umum. Aparat panti maupun Satpol PP maupun warga yang menemukan membawanya ke panti untuk diurus. Barak-barak khusus ODMK dan ODGJ terdiri atas dua lantai. Di lantai satu, ada beberapa ruangan tersedia. Satu ruangan berukuran sekitar 10x10 meter diisi belasan WBS.
Para petugas mengawasi para WBS dari balik pintu tralis besi. Sementara, di dalam ruangan, WBS yang berseragam oranye sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang tidur-tiduran, ada pula yang jahil mengganggu teman sesama warga binaan. Tapi, lebih banyak WBS yang diam dengan wajah yang terlihat murung.
Kepala PSBIBD 2 Saiman mengatakan, ODMK dan ODMK memang merupakan penguhi terbanyak di panti sosial di bawah tanggung jawabnya. Itu memang selalu tinggi sejak dirinya diberi wewenang untuk memimpin panti sosial yang menjadi tempat transit itu. "ODGJ itu selalu tinggi. Sementara, di Panti Laras itu juga terlalu penuh," ucap dia.
Sebagai tempat transit, PSBIDB hanya menampung WBS selama 21-30 hari. Setelah diklasifikasikan, WBS akan disalurkan ke panti sosial lanjutan atau dikembalikan ke keluarga. Panti Laras merupakan panti lanjutan yang menangani ODMK dan ODGJ.
Di DKI Jakarta, ada tiga Panti Laras, yaitu Cengkareng (Jakarta Barat), Cipayung (Jakarta Timur), dan Daan Mogot (Jakarta Barat). ODMK dan ODGJ yang tergolong parah akan dilarikan ke Panti Laras Cengkareng, sementara yang kejiwaannya stabil akan dipindahkan ke Cipayung. Jika sudah siap kembali ke masyarakat, ODMK dan ODGJ akan dipindahkan ke Panti Laras di Daan Mogot menunggu dijemput keluarga.
Meski hanya sebagai tempat transit, lanjut Saiman, PSBIBD tak sekadar menampung WBS ODMK dan ODGJ. Ia menegaskan, pihaknya juga melakukan perawatan hingga rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang ada di Jakarta. "Secara program, kita melakukan pembinaan kesehatan. Itu dilakukan penyuluhan kontinu, rawat jalan, dan rawat inap. Kita sering kerja sama ke RSUD. Satu hari rawat jalan bisa 20 orang. Setiap rawat kita antar," kata dia menjelaskan.
Saiman menjelaskan, tren WBS dengan masalah dan gangguan kejiwaan memang meningkat setiap tahunnya. Meski tak bisa memberi angka pasti. Ia menyebutkan, banyak faktor yang memengaruhi orang menjadi stres. Di antaranya adalah urbanisasi, pendidikan yang tak memadai, kurangnya kemampuan, hingga mental yang lemah. Karena itu, saat ini banyak usia potensial yang mengalami masalah kejiawaan.
Selain itu, ia menyebutkan bahwa momen pemilihan umum juga memengaruhi banyaknya orang menjadi stres. "Itu sangat besar menentukan. Di Probolinggo, ada calon anggota dewan, stres telanjang di kali mau bunuh diri," kata dia. Menurut Saiman, selama peluang kerja masih rendah dan angka pengangguran tinggi, tren masalah kejiwaan tidak akan turun. Apalagi, itu diperparah dengan mental generasi saat ini yang rapuh. Perkembangan teknologi, lanjut dia, menjadi salah satu penyebab utama.
Ia menjelaskan, teknologi memang makin mempermudah kegiatan manusia. Tapi, di sisi lain, anak-anak akan terbiasa mudah mendapatkan sesuatu. Ketika ada hambatan saat memasuki dunia persaingan kerja, generasi saat ini akan mudah stres karena tak terbiasa dengan hambatan.
Biaya perawatan
Sebanyak 520 warga binaan sosial (WBS) yang saat ini ditampung Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya (PSBIBD) 2, Cipayung, Jakarta Timur, bisa dikatakan beruntung. Keseharian hidup mereka untuk sementara ditanggung oleh negara. Bahkan, jatah makan mereka dalam sehari jauh di atas batas kemiskinan yang ditetapkan Badan Pusat Statiskik (BPS) pada 16 Juli 2018.
Kepala PSBIBD 2 Saiman mengatakan, dalam sehari, penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang terjaring operasi petugas di jalanan itu bisa makan tiga kali. Biaya makan satu orang dalam sehari mencapai Rp 40.480, lebih dari dua kali lipat batas kemiskinan yang ditetapkan BPS, yaitu Rp 18 ribu untuk wilayah perkotaan.
"Menu makan lebih baik di sini dibanding di rumah saya," kata Saiman dengan tertawa kecil, Jumat (27/7). Menurut dia, baru tahun ini biaya makan untuk satu orang dalam sehari mencapai angka Rp 40 ribu. Tahun sebelumnya, kata dia, anggaran makan hanya dipatok Rp 18 ribu. "Tahun lalu itu Rp 18 ribu. Itu satu mangkuk saja tidak cukup. Bakso saja sekarang Rp 25 ribu," keluh dia.
Menu makanan untuk para WBS memang dijaga secara teliti. Saiman mengatakan, pihaknya bahkan tidak menyediakan menu ikan asin. Pasalnya, ada beberapa WBS yang alergi dengan ikan asin. Jika menu itu tetap dihadirkan, justru akan menambah masalah panti sosial.
Bukan hanya makan tiga kali, dalam sehari para WBS juga mendapat jatah makanan ringan dua kali sehari, sehabis shalat Ashar dan Isya. Itu dila kukan agar para WBS tidak kelaparan. Setiap Selasa dan Jumat, para WBS memang diajak senam untuk menjaga kesehatan. Senam dilakukan sejak pukul 07.00 WIB hingga pukul 08.30 WIB, diiringi suara musik yang keluar keras dari speaker.
Jika di depan kantor para peserta senam dengan serentak mengikuti gerakan instruktur yang didatangkan khusus, di dalam lapangan yang tersekat jaring kawat para ODMK dan ODGJ justru bergerak tak beraturan. Sehabis senam Jumat, para warga binaan akan diarahkan masuk kembali ke baraknya masing-masing untuk mendapatkan jatah segelas susu.
Namun, alih-alih mengikuti irama dan menggerakkan badan, mereka malah berdiam diri, khususnya dalam lapangan yang dikerangkeng. Bahkan, ada satu warga binaan perempuan yang mencoba ke luar gerbang, tapi dihalau petugas yang siap sedia di pos penjagaan.
Tarik menarik pun tak terhindari. Dua petugas akhirnya bisa meredakan warga binaan yang ngotot ingin keluar. Padahal, di dalam panti sosial, warga binaan hidup jauh di atas garis kemiskinan. n bayu adji ed: stevy maradona