Jumat 03 Aug 2018 23:23 WIB

Pendakian Gunung Rinjani Masih Ditutup Pasca Gempa

Belum ditentukan kapan Gunung Rinjani akan kembali dibuka untuk pendakian.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Bayu Hermawan
Evakuasi pendaki Gunung Rinjani pascagempa di Lombok Timur.
Foto: dok Basarnas
Evakuasi pendaki Gunung Rinjani pascagempa di Lombok Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK TIMUR -- Wakil Komandan Tim Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Alam Gempa Bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Rum mengatakan, kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) masih ditutup untuk pendakian pascagempa yang melanda wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Ahad (29/7). Rum mengatakan, tim juga mengantisipasi pendaki yang tetap nekat melakukan pendakian

"Pembukaan kembali pendakian (Gunung) Rinjani belum ditentukan sampai kapan waktunya," ujar Rum saat rapat evaluasi penanganan darurat bencana di Posko Utama Madayin, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, NTB, Jumat (3/8).

Meski pendakian masih ditutup, Rum menyampaikan perlu adanya antisipasi terhadap pendaki yang ingin tetap melakukan pendakian dengan cara melakukan penyisiran di Gunung Rinjani. "Tim penanganan darurat bencana telah membentuk tiga tim penyisiran dengan rute Pelawangan-Puncak, Pelawangan-Torean, dan Pelawangan Senaru," lanjut Rum.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB itu berharap Dinas Komunikasi dan Informatika menyumbangkan drone dengan jangkauan lebih dari dua kilometer (km). Selain itu, tim penanganan darurat bencana juga telah berkoordinasi dengan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) untuk peminjaman helikopter milik perusahaan.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wiratno menyampaikan, seluruh pendaki dan tim evaluasi sudah keluar dari Gunung Rinjani pada Selasa (31/7) pukul 19.50 Wita.

Ia menyebutkan, total seluruh pendaki yang telah dievakuasi sebanyak 1.226 terdiri atas 696 warga negara asing (WNA) dan 530 warga negara Indonesia (WNI). Wiratno merinci, Thailand merupakan negara asal pendaki WNA terbanyak dengan 358 pendaki atau 54,88 persen, disusul 68 pendaki Perancis atau 9,77 persen, 43 pendaki Belanda atau 6,17 persen, 25 pendaki Jerman atau 3,59 persen, dan 21 Swiss atau 3,01 persen.

Ia menambahkan, KSDAE menutup kegiatan pendakian sejak Ahad (28/7) sampai waktu yang belum ditentukan.

"Akan segera dilakukan pengkajian dan penelitian terhadap keamanan jalur pendakian, jalur pendakian alternatif evakuasi, prediksi pola kegempaan, letusan dan dampak pendakian," kata dia di Sembalun, Lombok Timur, NTB, Rabu (1/8).

Dia menyebutkan, penelitian ini melibatkan tim pakar dan praktisi secara terpadu. Selain itu juga, manajemen pengelola TNGR berencana melakukan perbaikan manajemen pendakian ke depan dengan pemberlakuan sistem booking online kepada pengunjung, jasa usaha, dan pelaku wisata, penetapan kuota pengunjung per hari, manajemen sampah melalui pack in pack out menuju zero waste sampah pendaki; operasional kembali CCTV untuk optimalisasi monitoring kendali dan pemberlakuan tagging pendaki dengan ssitem radio frequency identification (RFID) untuk dapat memonitor pergerakan pendaki.

"Langkah-langkah dalam menangani dan antusipasi apabila terjadi bencana pendakian ialah merancang jalur evakuasi dan sistem evakuasi, penguatan koordinasi dengan pemangku kebijakan terkait kebencanaan, dan diklat SAR bagi petugas dan pelaku wisata seperti guide, porter, dan trek organizer," kata dia menambahkan.

Wiratno menyampaikan, tim tanggap bencana di TNGR tetap bersiaga hingga 6 Agustus mendatang

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement