Jumat 10 Aug 2018 15:21 WIB

Islam Beri Warna di Belarus

Islam mulai menyebar di Belarus pada abad ke-14.

Muslim Belarusia
Foto: Worldbulletin
Muslim Belarusia

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Islam mulai menyebar di Belarus pada abad ke-14. Pangeran-pangeran Lituania yang menguasai negeri tersebut pada masa itu mempekerjakan kaum Muslimin Tatar dari Crimea dan Horde Emas sebagai penjaga perbatasan negara.

Sebagian dari orang-orang Tatar itu kemudian memilih menetap di Belarus dan hidup membaur bersama masyarkat setempat. Hingga akhir abad ke-16, tercatat lebih dari 100 ribu orang Tatar yang bermukim di Belarus.

Mayoritas Muslim Tatar yang tinggal di Belarus adalah pengikut mazhab Hanafi. Sampai hari ini, mereka tetap mempertahankan tradisi-tradisi Islam yang diwariskan sejak generasi leluhur mereka. Untuk melestarikan keberadaan etnis nya, orang-orang Tatar di Belarus pada umumnya menganut sistem endogami, yakni perkawinan dengan sesama anggota suku mereka sendiri.

"Meskipun demikian, perkawinan antarsuku dengan penduduk dari etnis lain seperi Belarus, Polandia, Lituania, dan Rusia juga kerap terjadi di kalangan orang-orang Tatar Belarus. Akan tetapi, hal itu tidak melunturkan karakteristik mereka sebagai orang Tatar," menurut laman New World Encyclopedia.

Menurut data 2010, jumlah Muslim yang tinggal di Belarus saat ini diperkirakan mencapai 96 ribu jiwa, atau sekira satu persen dari total penduduk negara itu. Mereka membentuk 25 komunitas yang ter sebar di beberapa kota seperti Minsk, Ivye, Smilovichy, Slonim, dan Navah rudak.

Ketika rezim Komunis Soviet berkuasa, banyak rumah ibadah yang dihancurkan. Sebagai akibatnya, kaum Muslimin Belarus sampai hari ini harus menghadapi minimnya sarana ibadah. Sekarang ini, hanya ada 10 masjid dan mushala yang beroperasi di Be larus.

"Bu daya Islam kini memiliki pijakan yang lemah di Belarus. Bahkan, untuk mem beli daging halal saja merupakan hal yang sulit di ibu kota Minsk," ujar Ryhor Asta penia dalam artikelnya, "Is Radical Islam a Threat for Belarus?" yang dipublikasi kan buletin Belarus Digest pada 2015.

Selain minimnya masjid, kaum Mus limin Belarus kini juga menghadapi ma salah lain yang tak kalah peliknya. Di antaranya adalah isu radikalisme yang mulai disematkan oleh pemerintah se tem pat kepada mereka. Pada akhir November 2014, sebanyak 20 Muslim di tangkap oleh pihak kemanan Belarus karena dicurigai memiliki hubungan dengan kelompok radikal.

Penangkapan tersebut tak ayal mengundang tanda ta nya besar di kalangan Muslim di negara itu. Namun, dalam pernyataan resminya, pihak berwenang Belarus mengaku hanya menerapkan langkah-langkah pencegahan sebelum kalangan Islamis melakukan aksi 'kejahatan'.

Stigma 'penjahat' yang dialamatkan kepada Muslim itu tentu saja melukai hati umat Islam Belarus. Apalagi, kecurigaan semacam itu dapat menimbulkan sikap diskiriminasi terhadap kaum Muslimin yang sudah hidup turun-temurun di negara itu. Bahkan, menurut sebuah sumber, di badan intelijen Belarusia (KGB) saat ini sudah dibentuk bagian khusus yang bertugas untuk memantau segala bentuk aktivitas yang berhubungan dengan Islam.

Kehadiran Islam memberi warna tersendiri bagi kehidupan beragama di Belarus. Menurut catatan sejarah, komunitas Muslim sudah menetap di negara bekas Uni Soviet tersebut sejak berabad-abad yang lampau. Mereka hidup berdampingan dengan baik bersama masyarakat non-Muslim, terutama Kristen. Namun, selama beberapa waktu belakangan, mereka harus menghadapi berbagai cobaan dari pemerintah.

Tokoh Muslim Belarus, Rustam Hasenevich, mengatakan, kaum Muslimin di negara nya saat ini berada di bawah kontrol ketat pemerintah. "Badan-badan intelijen mengendalikan segala sesuatu yang terjadi di kalangan umat Islam di negara ini. Pada hari Jumat, para agen memata-matai aktivitas di masjid. Mereka tahu apa saja yang dibi carakan oleh orang-orang Islam," ujarnya.

Tantangan yang dihadapi kaum Muslimin Belarus tidak berhenti di situ saja. Pemerin tah di negara itu juga mengeluarkan aturan yang melarang para Muslimah mengenakan hijab (jilbab) saat sesi pemotretan untuk foto paspor me reka.

Larangan tersebut sempat menuai kritik dari kalangan umat Islam. Mufti Belarus Ali Varanovich mengatakan, me nutup aurat bagi perempuan Muslimah adalah kewajiban agama. Oleh karena itu, ia menilai, larangan yang dikeluarkan Pemerin tah Belarus bisa mengarah kepada diskrimi nasi terhadap kebebasan beragama.

"Masalah ini bakal menjadi masalah serius. Karena, larangan tersebut secara efektif akan menumbuhkan sikap ketidakpercayaan antara komunitas Muslim dan pemerintah," kata Varanovich.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement