REPUBLIKA.CO.ID, DENMARK -- Desainer Denmark Reza Etamadi menggunakan sebuah landasan untuk membuat pernyataan politik di Copenhagen Fashion Week. Peragaan busana untuk koleksi terbaru label streetwear miliknya, MUF10, menampilkan model dalam burqa dan niqab di samping petugas polisi.
Hal itu dilakukan hanya beberapa hari setelah larangan kerudung wajah penuh Denmark diberlakukan. "Saya memiliki tugas untuk mendukung semua kebebasan berbicara dan kebebasan berpikir wanita," kata Reza yang merupakan kelahiran Iran, dalam sebuah pernyataan, dilansir BBC, Sabtu (11/8).
"Di Iran, tempat saya dilahirkan, perempuan berjuang untuk bebas memilih apa yang akan dikenakan. Di Denmark, tempat saya dibesarkan, wanita bebas memilih pakaian atau pakaian apa yang ingin mereka kenakan," tutur dia.
Hukum Denmark yang melarang cadar tidak secara khusus menyebutkan burqa dan niqab, tetapi mengatakan "siapa saja yang mengenakan pakaian yang menyembunyikan wajah di depan umum akan dihukum dengan denda".
Human Rights Watch menuduh larangan itu "diskriminatif" dan undang-undang itu telah menyebabkan munculnya beberapa protes dan kritik. "Saya tidak memiliki sikap bulat terhadap larangan itu secara umum tetapi saya memiliki sebuah prinsip," ujar dia.
"Tidak ada pria yang harus memutuskan apa yang harus dipakai wanita," tambah dia.
Pekan lalu, seorang wanita berusia 28 tahun adalah orang pertama yang dituduh mengenakan cadar penuh di depan umum. Larangan penuh atau sebagian juga berlaku di seluruh Eropa, termasuk Prancis, Austria, dan Bulgaria.
Burka adalah cadar satu bagian yang menutupi wajah dan tubuh dan biasanya meninggalkan layar jala untuk dilihat. Sementara niqab adalah cadar yang meninggalkan area terbuka di sekitar mata dan dikenakan dengan jilbab yang menyertainya.