REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad akan mengunjungi Cina pekan ini. Kunjungannya diperkirakan akan membahas tentang keputusan Mahathir meninjau kembali proyek-proyek infrastruktur Cina di Malaysia.
"Perdana Menteri Mahathir Mohamad akan mengunjungi Cina dalam perjalanan lima hari dimulai dari Jumat (pekan) ini," kata Kementerian Luar Negeri Cina dalam sebuah pernyataan pada Senin (13/8).
Sejak terpilih sebagai perdana menteri, Mahathir memang menyoroti dan mengkritisi proyek infrastruktur di negaranya yang bekerja sama dengan Cina. Satu di antaranya adalah proyek East Coast Rail Link (ECRL).
Mahathir menilai proyek ECRL terlalu banyak menyedot anggaran. Proyek kereta api sepanjang 688 kilometer itu menghabiskan dana sekitar 14 miliar dolar AS. Oleh sebab itu, ia ingin merenegosiasi kesepakatan proyek tersebut.
Selain itu, Mahathir juga hendak meninjau ulang kesepakatan proyek pipa gas yang belum rampung. Proyek pipa gas senilai 10 miliar ringgit diberikan Suria Strategic Energy Resources (SSER) milik Kementerian Keuangan Malaysia kepada Cina Petroleum Pipeline Bureau pada November 2016. Perusahaan Cina menerima 88 persen dari pembayaran proyek meskipun hanya menyelesaikan 13 persen dari pekerjaan.
Baca juga, Kemenangan Mahathir dan Evaluasi Proyek Infrastruktur Cina.
Keputusan Mahathir meninjau dan menegosiasi ulang kesepakatan infrastruktur dengan Cina berkaitan dengan beban utang yang tengah ditanggung Malaysia. Saat ini Malaysia memikul utang lebih dari 1 triliun ringgit atau setara 251 miliar dolar AS.
Menurut Mahathir membengkaknya utang Malaysia juga tak bisa dilepaskan dari kasus penyelewengan dana di 1Malaysia Development Berhad (1MDB). "Kami tidak pernah mengalami masalah ini sebelumnya. Sebelumnya kami tidak pernah memiliki utang lebih dari 300 miliar ringgit, tetapi sekarang telah naik menjadi 1 triliun," ujarnya pada Mei lalu.
"Kami menemukan bahwa keuangan negara, misalnya, disalahgunakan sehingga sekarang kami menghadapi kesulitan melunasi utang yang telah meningkat menjadi 1 triliun ringgit," kata Mahathir.