REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi defisit anggaran hingga akhir Juli 2018 mencapai Rp 151,3 triliun atau 1,02 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka defisit ini lebih rendah dari 2017 yang sebesar Rp 210 triliun atau 1,55 persen terhadap PDB.
"Defisit Rp 151,3 triliun ini lebih kecil dari tahun lalu Rp 210 triliun," kata Menkeu di Jakarta, Selasa (14/8).
Sri Mulyani mengatakan realisasi defisit anggaran berasal dari pendapatan negara yang sudah mencapai Rp 994,4 triliun atau 52,5 persen dari target Rp 1.894,7 triliun dan belanja negara Rp 1.145,7 triliun atau 51,6 persen dari pagu Rp 2.220,7 triliun.
Dari realisasi pendapatan negara, penerimaan perpajakan telah mencapai Rp 780,05 triliun atau 48,21 persen dari target Rp 1.618,1 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp 211,04 triliun atau 76,6 persen dari target Rp 275,4 triliun dan hibah Rp 3,27 triliun atau 273,2 persen dari target Rp 1,2 triliun.
"Realisasi penerimaan perpajakan ini tumbuh 14,6 persen, penerimaan negara bukan pajak tumbuh 22,53 persen dan penerimaan hibah tumbuh 273,2 persen," kata Sri Mulyani.
Dari penerimaan perpajakan, realisasi penerimaan pajak telah mencapai Rp 687,17 triliun atau 48,3 persen dari target Rp 1.424 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp 92,9 triliun atau 47,9 persen dari target Rp 194,1 triliun.
Dari realisasi belanja negara, belanja pemerintah pusat sudah mencapai Rp 697 triliun atau 47,9 persen dari pagu Rp 1.454,5 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 448,6 triliun atau 58,6 persen dari pagu Rp 766,2 triliun.
Belanja pemerintah pusat tersebut terdiri dari belanja Kementerian Lembaga yang telah mencapai Rp 375,9 triliun atau 44,4 persen dari pagu Rp 847,4 triliun dan belanja non Kementerian Lembaga sebesar Rp 321,1 triliun atau 52,9 persen dari pagu Rp 607,1 triliun.
Sementara itu, realisasi pembiayaan pemerintah sudah mencapai Rp 206,6 triliun atau 63,4 persen dari target Rp 325,9 triliun, yang sebagian besar berasal dari pembiayaan utang Rp 205,57 triliun atau 51,5 persen dari target Rp 399,2 triliun.
Neraca keseimbangan primer dalam periode ini sudah tercatat defisit Rp 4,85 triliun, setelah sebelumnya masih tercatat surplus, meski masih lebih baik dibandingkan periode Juli 2017 yang mencatatkan defisit Rp 79,15 triliun.
"Selain peniadaan APBN perubahan, defisit keseimbangan primer juga diupayakan menurun hingga mencapai surplus dalam beberapa tahun kedepan, untuk menciptakan APBN yang kredibel," kata Sri Mulyani.
Secara keseluruhan, ia memastikan, pengelolaan APBN yang sehat dan berkelanjutan akan terus dilakukan melalui pengelolaan utang secara prudent dan perbaikan kinerja penyerapan anggaran agar APBN dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan tidak menjadi sumber ketidakpastian.