REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Malaysia atau Suhakam menyesalkan keputusan pemerintah untuk melanjutkan penerapan Undang-Undang Kerahasiaan Resmi 1972 atau Official Secrets Act (OSA). Hal itu dinilai bisa berdampak pada kebebasan akses informasi dan penangkapan orang.
"Kami ingin mengingatkan pemerintah baru bahwa akses kepada informasi yang melibatkan umum adalah kunci dari prinsip transparansi dan tata kelola yang baik serta kedaulatan undang-undang," kata Ketua Komnas HAM Malaysia, Sri Razali Ismail di Putrajaya, Rabu (29/8).
Dia mengatakan hak kepada kebebasan informasi dijamin di bawah Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN dan konvensi-konvensi internasional. Aturan itu telah dijanjikan oleh pemerintah untuk ditandatangani bagi meningkatkan kepatuhan dan citra HAM Malaysia.
"Hak ini juga merupakan kesinambungan kepada jaminan pelembagaan terhadap kebebasan bersuara, mengatasi isu-isu yang dialami negara seperti korupsi dan dakwaan penggelapan dana oleh pejabat. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh mengelak daripada memberi perlindungan terhadap kebebasan informasi rakyat," katanya.
Menurut dia, Suhakam mendambakan kebebasan rakyat memperoleh informasi. "Suhakam ingin mengingatkan pemerintah bahwa OSA telah disalahgunakan oleh pemerintah terdahulu termasuk semasa pemerintahan Najib dalam mengawal akses kepada dokumen 1MDB yang didakwa terlibat dengan korupsi," katanya.
Melanjutkan OSA, ujar dia, memberikan asas kepada masyarakat untuk mempercayai bahwa pemerintah juga boleh menyalahgunakan undang-undang itu untuk melindungi kegiatan korupsi.
"Kami ingin membuat teguran kepada pemerintah bahwa OSA memberikan eksekutif satu kebijaksanaan secara berlebihan untuk mengklasifikasikan semua dokumen dan informasi sebagai rahasia resmi," katanya.
Dia mengatakan mengekspos rahasia besar telah dijadikan satu bentuk kriminalitas. Hal itu mengakibatkan banyak penangkapan terjadi sejak diberlakukan.