Ahad 02 Sep 2018 21:23 WIB

BI Sumbar Ingatkan Aturan Uang Asing Setara Rp 1 Miliar

Pengaturan pembawaan UKA bukan kebijakan kontrol devisa.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Hafil
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Barat (BI Sumbar) mengingatkan masyarakat terkait regulasi pembawaan uang kertas asing (UKA). Per 3 September 2018, sanksi akan dijatuhkan bagi individu atau korporasi yang melakukan pembawaan UKA dengan nilai setara atau lebih dari Rp 1 miliar berlaku.

Sanksi dikecualikan bagi Badan Berizin, yaitu Bank dan penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang telah memperoleh izin dan persetujuan dari Bank Indonesia. Hal ini sesuai Peraturan Bank Indonesia No. 20/2/PBI/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 19/7/PBI/2017 tentang Pembawaan Uang Kertas Asing Ke Dalam dan Ke Luar Daerah Pabean Indonesia.

Kepala BI Sumbar, Endy Dwi Tjahjono, menjelaskan bahwa aturan ini dibuat untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Apalagi berdasarkan pantauan BI saat ini, laju pembawaan UKA ke dalam dan luar daerah pabean Indonesia masih tinggi. Padahal, lanjut Endy, saat ini belum ada informasi rinci mengenai pembawaan UKA lintas batas Indonesia dan belum tersedia instrumen untuk mengendalikan pembawaan UKA ke dalam dan ke luar daerah pabean Indonesia.

"Dan pembawaan UKA berpotensi menambah tekanan terhadap nilai tukar. Kemudian, menimbulkan dampak psikologis yang mempengaruhi ketidakstabilan nilai tukar rupiah," kata Endy, akhir pekan ini.

Endy melanjutkan, nantinya pengawasan pembawaan UKA dan pengenaan sanksi denda di daerah pabean akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Penetapan besaran denda dan mekanisme penyetoran pada Kas Negara diharmonisasikan dengan norma yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan lainnya terkait pembawaan uang tunai, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 Tahun 2016 tentang Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain Ke Dalam atau Ke Luar Daerah Pabean Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, lanjutnya, besarnya sanksi denda yang dikenakan kepada orang (orang perorangan atau korporasi) yang tidak memiliki izin dan persetujuan adalah sebesar 10 persen dari seluruh jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara dengan Rp 300 juta.

Tak hanya itu, sanksi berupa denda juga akan dikenakan kepada Badan Berizin yang melakukan pembawaan UKA dengan jumlah melebihi persetujuan UKA oleh Bank Indonesia, sebesar 10 persen dari kelebihan jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara dengan Rp 300 juta.

"Pengaturan pembawaan UKA bukan merupakan kebijakan kontrol devisa. Kebijakan ini menekankan pengaturan lalu lintas pembawaaan uang asing secara tunai," kata Endy.

Endy meminta, Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memerlukan pembawaan valuta asing di atas ambang batas pembawaan UKA tetap dapat melakukannya secara nontunai. Dengan implementasi ketentuan pembawaan UKA, menurutnya, dapat mendukung efektivitas kebijakan moneter, khususnya dalam menjaga kestabilan rupiah. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement