Kamis 09 Oct 2014 18:54 WIB

Jelang MEA, Muhammadiyah Khawatir Persaingan Dosen

Muhammadiyah
Muhammadiyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Muhammadiyah Chairil Anwar meminta diwaspadainya serbuan guru dan dosen asing ke Indonesia menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015.

"Sudah mulai dilakukan orang-orang India yang bersedia dibayar dengan standar Indonesia," kata Dr Chairil Anwar di sela seminar "Teachers' Professional Development for Global Competitiveness in University" di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) di Jakarta, Kamis.

Tenaga asing ini selain memiliki kompetensi, juga menguasai bahasa internasional yang dibutuhkan masyarakat Indonesia di era global, sehingga membuat persaingan pasar kerja di Indonesia semakin ketat dan mengancam eksistensi tenaga guru dan dosen dalam negeri.

"Tidak ada jalan lain selain meningkatkan kualitas guru dan dosen berhubung selama ini kualitasnya masih rendah. Ini penting dalam menyambut abad Asia pada 2050 di mana 50 persen penghasilan dunia disumbang oleh Asia dan Indonesia harus ambil bagian," katanya.

Muhammadiyah, ujarnya, sangat mendorong perguruan-perguruan tingginya meningkatkan kualitasnya dengan berupaya menjalin kerja sama dengan berbagai universitas di luar negeri.

Menurut dia, Indonesia masih berkutat dengan masalah kuantitas guru yang sangat banyak dibutuhkan hingga ke pelosok tanah air, sehingga kualitas masih menjadi nomor dua.

Sementara itu, Wakil Rektor Uhamka Dr Gunawan Suryoputro mengatakan penduduk ASEAN pada 2015 mencapai sekitar 575 juta jiwa di mana 42 persennya adalah penduduk Indonesia, sisanya 16,5 persen Filipina, 15 persen Vietnam, dan 12 persen Thailand.

Dengan demikian sebagai separuh dari kekuatan ekonomi ASEAN, Indonesia sudah sepatutnya tidak menjadi pecundang saat MEA diberlakukan, caranya dengan berupaya keras meningkatkan kualitas pendidikan, di mana faktor penting di dalamnya adalah kualitas guru dan dosen.

"Uhamka bekerja sama dengan University of Tasmania, Australia dalam bentuk pengiriman dosen untuk belajar, kerja sama pendidikan seperti kuliah di Uhamka, semester akhir di Untas serta peningkatan kompetensi bahasa Inggris," katanya.

Sedangkan Dekan Fakultas Pendidikan Universitas Tasmania Prof Dr John Williamson mengatakan, untuk menghadapi era persaingan bebas Indonesia harus bekerja keras menyusun kurikulum dengan standar global, pengembangan profesionalisme guru dan dosen serta memperluas jaringan dan kolaborasi dengan berbagai institusi internasional.

"Indonesia harus memperhatikan 'megatrends' di Asia saat ini yakni ekonomi berbasis pengetahuan, revolusi digital, pembelajaran bersifat kolaboratif dan menekankan inisiatif individu serta berstandar kompetensi abad 21," katanya.

Menurut Williamson, sesuai pengukuran PISA (Program for International Student Assessment) OECD, dalam hal pelajaran membaca, matematika, dan kemampuan menganalisis anak-anak Indonesia masih berada di peringkat bawah dibanding dengan anak-anak dari negara-negara lainnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement