REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Guru Besar Pemuliaan dan Genetika Ternak Fakultas Peternakan IPB Prof Muladno perkenalkan inovasi baru Kemitraan Mulya 52 yang diyakini dapat mensejahterakan peternak dan mengembangkan populasi sapi lokal.
"Kemitraan Mulya 52 lahir dari kegiatan Sekolah Peternak Rakyat (SPR) yang sudah berjalan dua tahun," kata Prof Muladno, di Bogor, Kamis (19/3).
Dijelaskannya Kemitraan Mulya 52 merupakan opsi membantu peternak prasejahtera untuk dapat beternak. Ada dua pola kemitraan yang sudah berkembang di masyarakat peternak yakni kemitraan usaha penggemukan dan kemitraan usaha pembiakan (versi pemerintah).
Kedua kemitraan ini memiliki kelemahan yang belum memberikan hasil maksimal dalam perkembangan peternakan sapi. Seperti kemitraan usaha penggemukan hanya melibatkan dua pihak yakni pemodal dan peternak.
"Misalnya beli sapi Rp1 juta harga kedepan bisa Rp12 juta. Jadi kemitraan tidak jalan," katanya.
Sedangkan kemitraan usaha pembiakan (versi pemerintah) terkendala membuat sapi susah berkembang, sifat pemerintah hanya memberi tidak menerima akhirnya populasi sapi tidak berkembang.
"Kemitraan 52 melibatkan tiga pihak yakni pemerintah sebagai pihak I, pemodal pihak II dan peternak sebagai pihak III," katanya.
Dalam skema kemitraan mulya 52, pemerintah sebagai leading sektor yang menyalurkan sapi-sapi untuk dikembangkan dan dibudidaya oleh para peternak.
Diantara pemerintah dan peternak ada pemodal sebagai pihak kedua, yang memiliki tanggung jawab memberikan uang perawatan kepada peternak dengan hitunga Rp600.000 per bulan atau totalnya Rp30 juta selama 4,5 tahun atau 52 bulan program berjalan.
"Misalnya pemerintah membeli dua sapi, dipinjamkan kepada peternak. Peternak bekerja sama dengan pemodal. Jadi sapi milik pemerintah dipelihara oleh peternak, dibiayai oleh pemodal yang menyediakan dana talangan," katanya.
Peran pemerintah selain meminjamkan sapinya, juga menjalankan fungsi tugasnya memberikan vaksinasi, gerak birahi, penyuluhan dan lain sebagainya. Sehingga petani yang merawat sapi hanya memperhatikan gizi, asuransi dan lainnya.
"Sapi indukan dari pemerintah senilai Rp20 juta, dititipkan kepada peternak selama 52 bulan, dititipkan juga Rp10 juta untuk biaya perwakinan dan asuransi. Sedangkan pemodal juga mengeluarkan uang Rp30 juta diberikan kepada peternak, yang diberikan Rp600.000 per bulannya," kata dia.
Pada bulan ke 10, sapi yang dipeliharan dalam kemitraan 52 akan mengasilkan dua pedet, dijual dengan harga Rp20 juta. Dari penjualan terseut peternak akan mendapat Rp2.500.000, dan pemodal mendapat Rp17.000.000.
Nilai ini berkembang di bulan ke 22, bulan ke 34, bulan ke 46, hingga bulan ke 52. Hasil jual pedet usia 0,5 tahun Rp12 juta, peternak bisa mendapat Rp4.800.000 dan pemodal mendapat Rp7.200.000.
"Jadi selama 52 bulan itu, keuntungan yang didapat oleh peternak Rp9 juta per tahun, dan pemodal Rp6 juta per tahun. Sama dengan tiga kali bunga deposito, peternak tetap memiliki uang lebih banyak," katanya.
Menurut Prof Muladno Kemitraan Mulya 52 sudah dikenalkan ke sejumlah wilayah salah satunya Bojo Negoro yang sudah ada delapan paket kemitraan yang sudah sepakat, tingga menunggu kepastian apakah sapi dapat berkembang biak sesuai skema yang ditetapkan.
"Kita menunggu dokter hewan, IPB sudah siap pastikan kemulyaan 52 ini akan berhasil," katanya.
Prof Muladno menambahkan, kemitraan mulya 52 adalah berinvestasi selama 52 untuk memperoleh lima keuntungan dan dua kemuliaan. Lima keuntungan tersebut yakni memperoleh bagi hasil sebesar 20-40 persen per tahun.
Menalangi kebutuhan hidup peternak setiap bulan, mencegah kebutuhan hidup peternak setiap bulan, mencegah ternak betina produktif atau indukan dijual, berpartisipasi menambah populasi ternak indukan dan melakukan bisnis sambil beramal.
"Dua kemuliaan yakni mencerdaskan dan meningkatkan profesionalitas peternak berskala kecil, dan memberdayakan peternak untuk mandiri serta berdualat," katanya.