REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menetapkan empat golongan untuk Uang Kuliah Tunggal (UKT) di 2015. Pemerintah menyatakan golongan UKT ini sudah disederhanakan dibandingkan tahun lalu.
“Kalau dulu ada tujuh golongan, sekarang empat golongan,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Sesdirjen Dikti), Patdono Suwignjo kepada wartawan saat ditemui di Kantor Dikti, Senayan, Jakarta, Kamis (4/6).
Patdono mengungkapkan, pemerintah memang ingin menyederhanakan golongan UKT disbanding tahun lalu. Menurutnya, hal ini dilakukan berdasarkan evaluasi dan masukan dari para mahasiswa, perguruan tinggi dan masyarakat. Ia menyatakan, tujuh golongan UKT sebelumnya itu terlalu banyak dan merumitkan.
Sesdirjen Dikti ini menerangkan, penyederhaan golongan ini demi keadilan. Dia mengaskan, upaya ini dilaksanakan karena melihat aspek keadilan dari para mahasiswanya juga selama ini.
Pada golongan UKT terbaru ini, Patdono mengungkapkan sebutan ‘sangat murah’ masuk ke dalam golongan ini. Selanjutnya, kata dia, terdapat pula sebutan golongan murah, agak tinggi dan tinggi.
Untuk golongan pertama, Patdono menyebutkan UKT-nya akan berjumlah Rp 0. Artinya, para mahasiswa yang masuk ke dalam golongan ini akan dibebaskan biaya kuliahnya atau gratis. Menurutnya, level UKT ini hanya ditunjukkan bagi para mahasiswa yang benar-benar tidak mampu.
Terkait jumlah golongan pertama ini, Sekretaris Jenderal Pendidikan Tinggi (Sekjen Tinggi), Ainun Naim menerangkan bahwa terdapat batasan yang harus dilakukan seluruh Perguruan Tinggi (PT). Menurutnya, setiap Program Studi (Prodi) di seluruh PT harus menentukan 20 persen mahasiswanya yang masuk ke dalam golongan ini. Ia juga menyatakan, peneriman beasiswa Bidik Misi juga masuk ke dalam presentase golongan ini.
Selain itu, Ainun Naim juga ikut menerangkan cara untuk bisa masuk ke dalam kategori golongan pertama. Dia mengungkapkan, segala persayaratan ini diserahkan seluruhnya kepada Perguruan Tinggi (PT). Ini dilakukan, tambah dia, karena pihak PT-lah yang lebih mengetahui persis kondisi di lapangan terutama para mahasiswanya.