REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Pada masa pendaftaran mahasiswa baru tahun ini terdapat peningkatan jumlah mahasiswa miskin. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang juga ketua panitia Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun ini Rochmat Wahab menyayangkan karena tidak diiringi dengan kebijakan pemerintah yang berpihak pada mereka.
Misalnya, Uang Kuliah Tunggal (UKT). Bagi Rochmat, kebijakan bahwa biaya kuliah per semester mesti dipukul rata dari total akumulasi biaya untuk delapan semester sangat membebani mahasiswa miskin. “Belakangan ini, mahasiswa yang merasa tidak mampu tambah banyak. Jadi setiap semester itu selalu saja berpuluh-puluh, bahkan ratusan, anak yang ingin dikurangi UKT (Uang Kuliah Tunggal),” ungkap Rochmat Wahab, Kamis (9/7).
Dengan UKT, tidak ada uang muka yang mesti dibayar mahasiswa baru di semester awal. Namun, besaran uang kuliah per semester dikalkulasi dari total biaya kuliah untuk delapan semester. Menurut Rochmat, sebelum ada kebijakan UKT, kalkulasi biaya kuliah lebih berpihak pada mahasiswa miskin. Seorang mahasiswa baru memang mesti membayar uang muka di semester awal. Besarannya, bisa mencapai puluhan juta rupiah. Namun, uang kuliah per bulan akan lebih murah.
“Kalau saya sejak dari awal sudah menduga, UKT itu hanya menguntungkan yang kaya. Yang miskin, itu sebenarnya terepotkan,” ujar dia.