REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Civitas akademika Universitas Alma Ata (UAA) Yogyakarta menggelar peringatan Hari Santri di halaman kampus setempat, Jumat (21/10). Kegiatan diisi dengan tadarus Alquran dan shalawat Nariyah yang diikuti mahasiswa, dosen, dan seluruh pegawai di lingkungan UAA.
Pada kesempatan itu, Rektor UAA Yogyakarta, Prof Hamam Hadi, menandaskan santri bukan sesuatu yang harus dialergi atau disingkiri. “Sebab santri merupakan mujahid yang bertugas meneruskan perjuangan Rasulullah SAW,” kata dia.
Lebih lanjut Hamam mengatakan santri tidak harus mengenakan peci hitam, atau berkepala plontos, tetapi santri adalah mujahid. “Siapa saja yang mengaku sebagai santri, di dalam hatinya harus ada semangat mujahid. Santri bukan sesuatu yang dialergi atau disingkiri. Kalau alergi dengan santri artinya bukan mujahid,” ujar Hamam.
Mujahid, jelas Hamam, adalah penerus perjuangan Rasulullah SAW. Mereka tidak lain dan bukan adalah para sahabat, tabi’in, dan seterusnya para ulama.
“Entah itu ulama yang berada di pondok pesantren (ponpes) atau di kampus, kedudukannya sama. Selagi keilmuannya dikembangkan dalam rangka berjuang di jalan Allah SWT, meneruskan risalah Rasulullah SAW disebut ulama,” kata rektor, dalam siaran persnya.
Santri, kata Hamam, adalah mujahid atau mujahidah. Mujahid kalau laki-laki, tetapi kalau perempuan sebutannya mujahidah. “Mudah-mudahan kita termasuk dalam mujahid dan mujahidah. Mudah-mudahan kita juga termasuk mujahidin yang sesungguhnya”.
Ia juga menuturkan, mujahiddin bukan orang yang serba membawa pedang. Tetapi orang-orang yang menggunakan waktunya untuk berjuang di jalan Allah dan risalah Rasulullah SAW.
“Menyempurnakan apa yang belum sempurna untuk memberikan manfaat yang lebih besar di tengah-tengah umat Rasulullah SAW,” jelas dia.