REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Jumlah peserta Seleksi Mandiri Penyandang Disabilitas
(SMPD) Universitas Brawijaya (UB) 2019 mengalami penurunan sekitar dua pertiga dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Penurunan jumlah pendaftar ini merupakan efek positif dari semakin banyaknya kampus di Indonesia yang menerima mahasiswa dengan disabilitas," kata Kabid Humas dan Advokasi Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) UB, Wahyu Widodo, Selasa (16/7).
Pada 2019 sendiri, sebanyak 37 peserta telah terdaftar di SPMD. Puluhan peserta ini terdiri dari 15 tuli dan tiga disabilitas netra. Lalu sembilan di antaranya merupakan disabilitas mental.
Menurut Wahyu, para peserta akan mengikuti ujian mandiri dari Selasa (16/7) hingga Kamis (18/7). Mereka akan melakukan tes di beberapa tempat yang telah disediakan. Antara lain laboratorium komputer gedung Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UB lantai tujuh dan gedung TIK Kantor Pusat UB lantai empat.
Dibandingkan sebelumnya, Wahyu mengungkapkan, seleksi kali ini agak berbeda. UB akan melakukan seleksi serupa untuk program pascasarjana. "Saat ini kami baru membuka untuk program sarjana. Nanti akan kami buka untuk program pascasarjana," tambah dia.
Lebih detail, Wahyu juga menjelaskan, bagaimana proses dan alur tes SPMD UB. Di hari pertama, peserta mengikuti tes akademik dan psikotes. Lalu di hari berikutnya wawancara dengan pihak program studi (prodi) dan PSLD.
Menurut Wahyu, proses pelaksanaan tes kali ini juga menggunakan sistem gugur. Jika di tahap pertama peserta gugur, maka tidak bisa melanjutkan tes selanjutnya.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Tes, Alies Poetri Lintangsari mengatakan, peserta SPMD tahun ini tidak akan memerlukan banyak pendampingan. Sebab, PSLD sudah menyediakan aplikasi khusus khusus bagi penyandang disabilitas tuna netra. Dengan demikian, mereka bisa mengerjakan soal yang dirupakan dalam bentuk suara.
"Pendampingan ekstra dibutuhkan untuk peserta disabilitas tuli yang harus diterjemahkan dalam bahasa isyarat," kata Lintang.