REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Hari Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia ke-94 pada Kamis (3/7), diperingati Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan memberi penghargaan kepada beberapa tokoh yang telah berperan besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Acara penganugerahan dilaksanakan di Aula Barat, Kampus ITB, disaksikan oleh Majelis Wali Amanat, Majelis Guru Besar, para tamu undangan dan wakil mahasiswa. Salah satu penerima penghargaan Ganesha Wirya Jasa Utama adalah Triharyo Soesilo atau yang lebih akrab dipanggil Hengki.
Dia adalah alumni jurusan Teknik Kimia ITB angkatan 1977. Hengki lulus dari ITB pada 1981, dan kemudian mengambil Master of Chemical Engineering di University of Arizona dalam bidang perancangan pabrik. "Saya bersyukur dan mengucapkan rasa terima kasih atas penghargaan yang luar biasa ini," katanya.
Selama hampir 30 tahun, Hengki meniti karier di PT Rekayasa Industri (Rekind) dari seorang insinyur ahli proses, sampai menjadi direktur utama (Dirut) selama enam tahun mulai 2004 sampai dengan 2010.
Karya-karyanya bersama para insinyur di Rekind adalah membangun pabrik-pabrik pupuk, semen, kilang BBM, kilang LNG, pabrik Biodiesel, pipa bawah laut menyeberangi selat sunda, pembangkit listrik yang bertenaga uap, gas, dan panas bumi, serta banyak pabrik Petrokimia.
Sebagian besar karya-karya tersebut adalah karya perdana putra-putri Indonesia dalam berbagai industri. Selain di Indonesia, Hengki bersama insinyur Rekind juga membangun pabrik pupuk dan kilang minyak di Malaysia, serta pabrik Petrokimia Methanol di Brunei. Beberapa pabrik tersebut juga merupakan karya pertama putra-putri Indonesia di luar negeri.
Penyelesaian pembanguan pabrik-pabrik industri yang dilakukan bersama insinyur Rekind, mendapatkan banyak penghargaan, antara lain penghargaan dari Persatuan Insinyur Indonesia, penghargaan ASEAN Engineering award, Asia Pacific Innovation award dan juga penghargaan Rintisan Teknologi yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Setelah menyelesaikan kariernya di PT Rekayasa Industri, Hengki kemudian mengemban amanah sebagai Komisaris PT Pertamina (Persero) dari tahun 2010 sampai 2012. Bersama para insinyur Pertamina, Hengki antara lain ikut memecahkan problem ledakan tabung LPG dan mendorong percepatan dimulainya proyek Cepu.
Tidak hanya itu, ia juga mempercepat pembangunan Kilang RFCC di Cilacap dan mengupayakan pengolahan semaksimal mungkin minyak mentah Indonesia, untuk diolah pada kilang-kilang Pertamina.
Atas capaiannya itu, pada 2010-2012, terjadilah surplus devisa ekspor-impor migas Pertamina yang terus meningkat, pada 2009, 2010 dan 2011. Sehingga devisa Indonesia relatif kuat dan nilai tukar Rupiah stabil, pada kisaran Rp 8 ribu. Namun sesudah tahun-tahun tersebut, ekspor-impor migas mengalami defisit yang semakin melebar dan nilai tukar Rupiah jatuh.
Saat ini Hengki sedang mendalami dan terus berupaya untuk mengembangkan energi panas bumi, selaku CEO sebuah perusahaan energi panas bumi terkemuka, yang memiliki wilayah kerja di Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Lampung.