Kamis 28 Aug 2014 22:00 WIB

Kemendikbud Akui, Disdik Terima Pungli

Rep: C62/ Red: Djibril Muhammad
Haryono Umar
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Haryono Umar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengakui adanya dugaan pungutan liar  (pungli) yang terjadi di Dinas Pendidikan.

Meski tidak menyebutkan Dinas pendidikan mana saja yang telah ketahuan melakukan pungli, namun pungli itu telah terjadi di beberapa daerah provinsi Indonesia.

‎Hal itu disampaikan Inspektur Jenderal Kemendikbud, Haryono Umar, saat menyambangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (28/8).

Dikatakan Haryono Umar, bentuk pungli itu kerap diistilahkan ucapan terima kasih diberikan oleh para guru kepada pegawai dan pejabat Disdik. "Banyak setoran dari guru‎-guru ke oknum pemberi tunjangan," kata Haryono di lobi gedung KPK.

Menurut dia, praktik pungli terjadi ketika Kemendikbud menggelontorkan dana Rp 280 triliun dari anggaran pendidikan tahun 2014 yang mencapai Rp 400 triliun. Dari tunjangan yang diterima para guru sebesar 280 triliun itu, para guru diwajibkan memberikan jatah kepada Disdik selaku pemberi tunjangan.

Penelusuran adanya pungli, menurut dia, sebelumnya telah dilakukan saat pihaknya bersama KPK melakukan inspeksi mendadak sekitar tiga bulan yang lalu. Hasilnya, di beberapa wilayah di Pulau Jawa telah ditemukan uang pungli untuk Disdik.

Kata dia, saat sidak itu ditemukan adanya uang jatah untuk para pejabat Disdik yang jumlahnya cukup besar. "Dalam sehari kami bisa mengumpulkan uang-uang setoran mencapai Rp 30 juta. Setoran itu sebagai ucapan terima kasih dari guru-guru karena sudah dapat tunjangan. Tunjangan kan diberikan setiap tiga bulan sekali," katanya.

"Nah kalau seluruh Indonesia, tinggal kalikan saja Rp 120 juta kali 500 kabupaten/kota.‎ Ini kalau hitung-hitungan (kasar) ya," katanya menambahkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement