Sabtu 29 Nov 2014 17:02 WIB

Pengangkatan Guru Disarankan Terpusat

Rep: c60/ Red: Joko Sadewo
Demo guru-guru honorer depan Istana Presiden beberapa waktu lalu
Foto: detik.com
Demo guru-guru honorer depan Istana Presiden beberapa waktu lalu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Upah minim guru diyakini sebagai dampak dari desentralisasi manajemen pengangkatan guru. Pengangkatan guru yang sealam ini dilakukan secara independen oleh sekolah dan yayasan dengan standart sektoral membuat pemerintah memiliki data yang minim mengenai guru.

“Pengangkatan guru harus disentralisasi (dipusatkan),” ujar pengamat pendidikan, Abduhzen kepada Republika Online (ROL), Sabtu (29/11).

Abduhzen mengatakan, selama pengangkatan guru masih dilakukan tanpa sepengetahuan dari pemerintah, maka akan berdampak kepada kendala pemberian subsidei seperti saat ini. “Pengangkatan guru honorer harus ditarik ke Pemerintah pusat, tidak seperti saat ini,” ujarnya.

Dengan perubahan mekanisme pengangkatan seperti itu, pemerintah akan memiliki data yang faktual dan update mengenai guru. Sehingga jumlah guru akan langsung terupdate di bank data pemerintah.

Sentralisasi pengangatan guru kata Abduzen, sejalan dengan usaha pemerintah untuk memperbaiki kelayakan gaji guru yang harus dimulai dengan memperbaiki data mengenai guru. “Yang paling penting pendataan harus didahulukan menjadi program Kementerian,” ujar Abduhzen.

Abduh zen mengatakan, jumlah guru yang dimiliki Kementerian pendidikan dan lembaga lain memiliki selisih yang signifikan. Dia mengatakan, persalan jumlah itu merupakan satu persoalan mendasar yang harus diselesaikan tersebuh dahulu. “Jumlah guru disamakan terlebih dahulu,” ujar dia.

Untuk itu, Abduhzen menyarankan Pemerintah agar melakukan survey mendalam terhadap jumlah guru. Jumlah tersebut akhirnya bisa dijadikan pondasi untuk menjalankan program kepada guru, termasuk program kesejahteraan guru.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement