REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Pemanfaatan aset sejarah dan cagar budaya bagi kepentingan pendidikan di Kabupaten Semarang dinilai masih rendah. Akibatnya, aksi vandalisme dan corat- coret yang mengganggu estetika kota masih marak di temui di berbagai sudut wilayah daerah ini.
Ketua Paguyuban Peduli Cagar Budaya Ratu Sima (PPCBRS) Jawa Tengah, AM Sutikno menyarankan, Pemkab Semarang segera mewujudkan area khusus untuk menyalurkan bakat pelajar. Khususnya mereka yang selama ini gemar mencorat-coret tembok dan sejumlah fasilitas umum yang ada di jalan protokol dan area publik lainnya.
Di satu sisi Pemkab juga harus memaksimalkan fungsi edukasi berbagai aset sejarah dan cagar budaya yang jamak tersebar di daerah ini. Ia optimistis, jika kedua hal ini terwujud, Pemkab Semarang akan memperoleh dua manfaat sekaligus. Ruang publik dan pagar pemukiman warga akan bebas dari vandalisme. Sementara daerah ini juga akan semakin menjadi daerah yang peduli eduksi, karena pemanfaatan aset sejaah dan cagar budaya bagi kepentingan pendidikan sangat besar.
”Ini bukan persoalan anggaran, namun lebih kepada niat pemangku kebijakan untuk mewujudkannya,” tegas Sutikno, di Ungaran, Rabu (25/1).
Sebagai awalan, jelasnya, pelajar bisa dibiasakan berkunjung ke lingkungan sekitar candi atau peninggalan purbakala yang banyak tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten Semarang. Di lokasi tersebut, guru pembimbing yang membidangi bisa memberikan pemahaman tentang sejarah serta cara merawat peninggalan yang ada.
Bila perlu ditanamkan rasa mencintai cagar budaya ini dengan mulai mengajak pelajar membersihkan aset sejarah dan cagar budaya tersebut. Tentunya, para pelajar terlebih dahulu diberi teknik singkat agar dalam membersihkan lingkungan candi ini tidak merusak bagian utama bangunan candi.
Sutikno menandaskan, banyak peninggalan berupa candi maupun bangunan cagar budaya yang memiliki nilai sejarah di Kabupaten Semarang. Salah satunya Gedong Kuning di Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran harus diselamatkan sebelum roboh karena lapuk dimakan usia.
Sejauh ini bangunan tua berarsitektur Belanda ini memang tidak berfungsi. Namun kalau sudah roboh atau dirobohkan orang akan menjadi perkara. Selain Gedong Kuning dan candi, daerah ini memiliki Benteng Willem I dan II, Stasiun Ambarawa (Willem I), Eks gedung Satuan Musik Militer (Satsikmil) dan lainnya. Menurut dia, generasi penerus sebagai aset bangsa harus mengetahui dan memahami sejarah cagar budaya ini. “Sayang kebijakan pemerintah belum mendukung,” ungkapnya.