Ahad 03 May 2015 18:46 WIB

Guru Honorer Kabupaten Bandung tak Sejahtera

Rep: C12/ Red: Djibril Muhammad
 Guru honorer yang tergabung dalam Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) berunjuk rasa di depan Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/12).  (Republika/Agung Supriyanto)
Guru honorer yang tergabung dalam Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) berunjuk rasa di depan Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/12). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Kehidupan para guru honorer di Kabupaten Bandung hingga kini masih jauh dari sejahtera. Perbulannya, kebanyakan dari mereka hanya menerima gaji sebesar Rp 450 ribu.

Ketua Front Pembela Guru Honorer (FPGH) Kabupaten Bandung, Ahmad Luthfi, menuturkan, sejumlah guru honorer di Kabupaten Bandung sampai ada yang terpaksa bekerja sambilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

"Jauh dari sejahtera. Jangankan sejahtera, uang yang diterima itu jauh dari penyesuaian. Ada yang (gaji) bulanannya sampai Rp 700 ribu, itu hanya satu-dua sekolah," ujar Luthfi saat dihubungi, Ahad (3/5).

Karena total gaji tersebut tak cukup untuk menanggung kehidupan sehari-hari, banyak guru honorer di Kabupaten Bandung yang mencari pekerjaan sambilan, seperti dengan menjadi kuli bangunan, tukang becak, supur angkutan umum, bahkan ada juga yang masih disokong oleh orang tuanya.

"Jika ada pejabat yang menanyakan kehidupan guru honorer masih berjalan, itu karena mereka nyari sambilan," kata dia.

Dalam kesehariannya, lanjut Luthfi, para guru honorer selalu dihadapkan pada keadaan ekonomi yang sulit. Selain karena bayaran bulanannya yang tidak seberapa, harga kebutuhan barang pokok saat ini pun kian naik.

"Bagaimana untuk makan besok, untuk jajan anak, itu belum terpikirkan. Untuk makan saja kadang enggak pasti. Ini betul, bukan sekedar cerita," ujar dia.

Terlebih, dana Bantuan Operasional Sekola (BOS) yang sebagiannya difungsikan untuk membayar gaji guru honorer, kini tidak boleh di atas 20 persen. "Sekarang mah tidak boleh di atas 20 persen dari BOS," tutur dia.

Terkadang, para guru honorer menerima dana fungsional yang jumlahnya cuma di kisaran Rp 150 sampai Rp 200 ribu. Namun, sayangnya, dana tersebut tidak rutin diberikan sebulan sekali. "Datangnya enggak pasti," ujar dia.

Menurut Luthfi, pemerintah seharusnya tidak mengeluarkan tanggapan yang mendustakan kaum guru honorer. Sebab, ada sekitar 13 ribu guru honorer di Kabupaten Bandung, yang kehidupannya patut diperhatikan. "Kasihan mereka, mereka itu sangat luar biasa," tutur dia.

Pemerintah, di mata Luthfi, mesti memberikan kejelasan status pengajar honorer sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sebab, mereka telah lama sekali mengabdi sebagai guru untuk negara. Karenanya, bagi Luthfi, tak salah jika pemerintah memberikan kemudahan dalam pengangkatan guru honorer sebagai PNS.

"Wajar mereka memiliki sifat otomatis untuk masuk menjadi PNS, karena dilihat dari kinerjanya, itu sudah lama sekali," ucap dia.

Selama ini, gaji guru honorer memang dibayarkan dari dana BOS. Namun, alokasinya tidak boleh di atas 20 persen. Akibatnya, kondisi ini memberatkan kalangan guru honorer. Seharusnya, kata Luthfi, pemerintah juga merancang mengenai patokan khusus gaji guru honorer. "Jadi pakai UMR saja, dan patokan khusus untuk guru honorer ini," ujar dia.

Bagi kalangan guru honorer, mengajar merupakan upaya untuk mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Mereka ingin agar ilmunya itu bermanfaat bagi khalayak. Apalagi, menurut Luthfi, sekitar 95 persen pengajar di Kabupaten Bandung itu beragama Islam. "Mereka menganut paham, ilmu yg bermanfaat itu pahalanya luar biasa," ujar dia.

Meski begitu, lanjut Luthfi, seharusnya tidak boleh memanfaatkan paham tersebut sehingga malah mengabaikan nasib mereka. "Jangan keenakan hanya karena ada statement itu di Alquran dan Hadits, lalu pemerintah keenakan gitu, tidak seperti itu. Jangan melihat seperti itu," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement