Kamis 03 Dec 2015 20:02 WIB

'Penyadang Disabilitas Harus Bisa Masuk Sekolah Umum'

Rep: c11/ Red: Dwi Murdaningsih
Alafta Hirzi Sadiq (7 tahun) Siswa disabilitas bermain piano sambil bernyanyi di SLB A Pembina, Lebak bulus, Jakarta, Rabu (2/12).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Alafta Hirzi Sadiq (7 tahun) Siswa disabilitas bermain piano sambil bernyanyi di SLB A Pembina, Lebak bulus, Jakarta, Rabu (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerhati Pendidikan dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Doni Koeseoma menilai paradigma masyarakat terhadap para penyadang disabilitas perlu diubah. Selama ini banyak penyandang disabilitas harus mengalami diaparasi terutama dalam mengemban pendidikan di sekolah.

“Sebenarnya anak disabilitas tidak perlu dibedakan sekolahnya,” ujar Doni kepada wartawan di Gedung A, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Kamis (3/11).

Dewan Pensehat FSGI ini menegaskan, setiap anak penyandang disabilitas diharapkan bisa masuk ke sekolah umum. Dia juga menyarankan,  upaya ini bisa dimulai dengan memprioritaskan wilayah yang paling banyak memiliki penyandang disabilitas. Untuk  itu, pemerintah harus mulai memetakan hal ini ke depannya.

Dengan adanya kondisi ini, Doni juga menambahkan, sekolah dan pendidik di Indonesia harus bisa mengubah paradigma ini. Mereka harus siap memberikan pengajaran dan pendidikan bagi para penyandang disabilitas. Pasalnya, mereka juga memiliki hak serupa dengan anak normal untuk mendapatkan pendidikan.

Doni juga mengutarakan ihwal paradigma ini tidak hanya dari masyarakat tapi berada`pada penyandangnya juga. “Contohnya para penyandang disabilitas yang menjadi pengemis, mereka berpikir bahwa mereka memang merasa dikasihani. Padahal di luar negeri enggak seperti itu. Kalau kita mau bantu malah harus bilang dulu. Ini karena mereka merasa mampu mengerjakan sendiri,” terang dia. Menurut dia, paradigma-paradigma ini yang harus diubah di Indonesia.

Selain itu, Doni menjelaskan, sejauh ini diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas masih mewarnai dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini tidak hanya terjadi pada pendidikan formal dari SD hingga SMA/SMK. Diskriminasi ini juga masih terasa kuat di dunia pendidikan tinggi.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

  • 1 kali
  • 2 kali
  • 3 kali
  • 4 kali
  • Lebih dari 5 kali
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement