REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Selain inseminasi buatan, Transfer Embrio (TE) dapat menjadi cara untuk mencapai swasembada daging nasional di Indonesia. Namun TE sendiri harus dilakukan dengan konsep industri.
TE itu proses mengambil embrio dari uterus sapi donor yang telah diovulasi ganda. Kemudian proses dilanjukan dengan memindahkan embrio itu ke uterus sapi penerima dengan menggunakan metode dan peralatan tertentu. “Pinjam rahim saja dan jadinya kayak bayi tabung istilahnya,” terang Peneliti Bioteknologi dari Lembaga ilmpu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syahrudin Said di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Karawaci, Tangerang, belum lama ini.
Syahrudin menjelaskan, proses teknologi TE ini tidak dapat dilakukan di ternak masyarakat. Menurut dia, sebaik apapun embrio yang diproduksi, pemeliharaannya harus baik. “Kita masukkan ke dalam rahim sapi betina, tapi dipelihara dengan sistem manajemen yang apa adanya, anda bisa bayangkan!” kata Syahrudin Said.
Jika sistemnya demikian, Syahrudin menilai, embrio tersebut tidak akan tertanam dengan baik di rahim sapi betinannya. Meskipun tertanam, sapi betina tersebut malah akan mengalami keguguran. Karena itu, ia menegaskan, sistem yang apa adanya akan menurunkan keberhasilan TE.
Syahrudin berpendapat akan sangat berbeda hasilnya apabila diterapkan di RPH yang sudah sesuai dengan standar. Dia meyakini hasil yang didapatkan akan baik kalau SOP Si pihak industri jelas dan baik. “Bisa dilihat di rumpin itu ya, karena SOP jelas dan standar pemeliharaannya jelas, sapi-sapi yang dihasilkan bagus semua. Di samping itu, RPH dan laboratoriumnya juga terintegrasi,” jelas dia.