REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan sekolah harus memprioritaskan siswa kurang mampu di zonasinya dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) sistem zonasi.
“Sekolah harus mengutamakan siswa kurang mampu untuk sekolah,” kata Dirjen Dikdasmen Kemendikbud Hamid Muhammad di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).
Hamid mengatakan sistem zonasi memiliki tiga kategori dalam proses penerimaan siswa. Pertama, 90 persen siswa yang diterima harus berasal dari zona disekitar sekolah. Sementara 20 persen dari 100 persen disediakan bagi siswa kurang mampu yang juga berada di daerahnya. Namun dari persentase 90 persen itu, sebanyak 10 persen disediakan untuk jalur khusus.
Jalur khusus terbagi menjadi dua kategori, yakni siswa berprestasi yang tidak tinggal di sekitar sekolah dan alasan khusus. Alasan khusus, misalnya, anak guru yang harus mengajar di tempat lainnya atau orang tua yang bekerja pindah-pindah.
Dia tidak menampik Ombudsman Republik Indonesia (ORI) telah menyatakan jalur ini sebagai jalur istimewa. Namun, kata dia, tiga kategori itu merupakan kerangka dasar dalam PPDB sistem zonasi.“Silakan diatur seperti itu, yang penting daerah //kan// ada diskresi kebijakan. Kita hormati juga,” ujar Hamid.
Pihaknya meminta sekolah menerima dan mengutamakan siswa kurang mampu. Sebab selama ini, masyarakat yang tidak mampu adalah pihak yang tidak pernah bersuara. “Masyarakat tak mampu tak protes. Mereka paling terima hasil apa adanya, keluar dari sekolah. Makanya di semua daerah, prioritaskan itu. Kalau tidak, kemiskinan struktural tak berubah,” ujar Hamid.
Inspektur Jenderal Kemendikbud Daryanto mengatakan tidak boleh ada diskriminasi dalam PPDB sistem zonasi. Namun, dia tidak menampik banyak orang tua yang memiliki pekerjaan berpindah-pindah, misalnya aparat keamanan.