REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pendidikan agama dinilai masih berorientasi pada aspek kognitif. Dalam konteks terkini, kurikulum yang ada perlu mengandung materi tentang toleransi serta upaya menangkal intoleransi. Karena itu, kurikulum pendidikan agama dinilai perlu pengkajian ulang.
Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. Dia menjelaskan, toleransi perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan agama. Sebab, sikap yang toleran dapat menjaga kesatuan dan persatuan di tengah masyarakat, apalagi Indonesia merupakan negara yang amat multikultur.
"Indonesia harus menjaga kerukunan. Multikultural tidak dimiliki oleh bangsa lain. Agama menjadi sesuatu yang sangat dashyat dengan catatan, kita menjaga yang kuncinya adalah toleransi," kata Mendikbud di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Yogyakarta, Selasa (26/3).
Ia menyebutkan, di Indonesia permasalahan terkait intoleransi ini sangat kompleks. Intoleransi muncul tidak hanya dalam konteks hubungan antarumat beragama, tetapi juga di internal umat suatu agama. "Masing-masing kelompok berusaha menyakinkan apa yang ada dalam kelompoknya benar yang lain salah. Sehingga membesar antar (umat) agama," tutur Muhadjir.
Dia juga mengungkapkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) dalam rencana menata kembali pendidikan agama. "Yang intinya ruh atau semangat itu membangun kebersamaan, toleransi, menjaga persaudaraan, persatuan dan kesatuan," katanya.