Rabu 27 Mar 2019 02:01 WIB

Soal Toleransi Perlu Dimasukkan dalam Pendidikan Agama

Kemendikbud mewacanakan peninjauan ulang atas kurikulum pendidikan agama.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan paparan pada rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan paparan pada rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pendidikan agama dinilai masih berorientasi pada aspek kognitif. Dalam konteks terkini, kurikulum yang ada perlu mengandung materi tentang toleransi serta upaya menangkal intoleransi. Karena itu, kurikulum pendidikan agama dinilai perlu pengkajian ulang. 

Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. Dia menjelaskan, toleransi perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan agama. Sebab, sikap yang toleran dapat menjaga kesatuan dan persatuan di tengah masyarakat, apalagi Indonesia merupakan negara yang amat multikultur.

Baca Juga

"Indonesia harus menjaga kerukunan. Multikultural tidak dimiliki oleh bangsa lain. Agama menjadi sesuatu yang sangat dashyat dengan catatan, kita menjaga yang kuncinya adalah toleransi," kata Mendikbud di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Yogyakarta, Selasa (26/3).

Ia menyebutkan, di Indonesia permasalahan terkait intoleransi ini sangat kompleks. Intoleransi muncul tidak hanya dalam konteks hubungan antarumat beragama, tetapi juga di internal umat suatu agama. "Masing-masing kelompok berusaha menyakinkan apa yang ada dalam kelompoknya benar yang lain salah. Sehingga membesar antar (umat) agama," tutur Muhadjir.

Dia juga mengungkapkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) dalam rencana menata kembali pendidikan agama. "Yang intinya ruh atau semangat itu membangun kebersamaan, toleransi, menjaga persaudaraan, persatuan dan kesatuan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement