REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan ada sebanyak 14 peraturan pemerintah (PP) yang dapat menghambat rencana perekrutan rektor dari luar negeri.
"Ada 14 peraturan pemerintah yang dalam hal ini membelenggu terhadap bagaimana kita bisa mengadakan rektor asing itu, nah ini kami perbaiki, kami ajukan ke presiden," katanya kepada wartawan usai acara pengumuman Klasterisasi Perguruan Tinggi Tahun 2019 di Gedung Ristekdikti, Jakarta, Jumat (16/8).
Dia mengatakan salah satu PP yang perlu direvisi adalah terkait syarat rektor perguruan tinggi harus pegawai negeri sipil (PNS) dan warga negara Indonesia. "Yang krusial itu adalah selama ini peraturan pemerintah itu mensyaratkan rektor harus PNS, WNI, nah itu tidak ada keterbukaan," katanya.
Dia mengatakan perlu didorong peraturan yang dapat mendukung proses perekrutan rektor asing untuk dapat bekerja di Indonesia. Ia menjelaskan hasil klasterisasi perguruan tinggi menjadi salah satu referensi untuk bisa menilai kesiapan perguruan tinggi untuk dipimpin rektor asing.
Ada sebanyak 13 perguruan tinggi dalam klaster I pada kategori perguruan tinggi nonvokasi, yang diberi peringkat mulai dari 1-13 secara berurutan, yakni Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Brawijaya, Universitas Padjadjaran, Universitas Andalas, Universitas Sebelas Maret, Universitas Sumatera Utara.
Sebelumnya,Mohamad Nasir menyatakan ia akan mengundang rektor dari luar negeri untuk memimpin perguruan tinggi negeri yang paling siap untuk meningkatkan peringkatnya hingga bisa menembus peringkat 100 besar dunia.
Pemerintah menargetkan pada 2020, sudah ada perguruan tinggi negeri di Indonesia yang dipimpin oleh rektor asing, dan pada 2024, jumlahnya ditargetkan meningkat menjadi lima perguruan tinggi.