REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Plt Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Agung Kuswandono mengatakan, dalah satu alasan riset di Indonesia tidak berkembang adalah masalah dana yang kurang. Hal itu diungkapkan Agung saat konferensi pers Seminar Nasional Pencegahan Pencurian Sumber Daya Hayati Indonesia, Senin (28/10).
Ia menjelaskan, saat ini banyak keanekaragaman hayati Indonesia yang justru dikembangkan negara lain. Menurut Agung, sebenarnya peneliti di Indonesia tidak kalah hebat dengan negara lain, bahkan lebih hebat karena mengetahui soal kondisi negaranya sendiri.
"Masalah utama itu dana, jadi kita minta ke menteri untuk mengalokasikan. Orang asing itu datang karena duitnya banyak. Peneliti Indonesia itu hebat, bahkan lebih hebat dari asing karena kita tahu lingkungan kita sendiri. Masalahmya hanya dananya cekak (sedikit)," kata Agung, Senin.
Hal senada diungkapkan oleh Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Endang Sukara. Ia mengatakan, sumber dana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah namun juga harus berasal dari swasta.
Untuk mendorong hal tersebut, Endang menjelaskan memang diperlukan insentif untuk perusahaan-perusahaan agar mau memberikan dana untuk riset. "Satu yang ingin saya garis bawahi, bahwa kelihatannya memang connected antara swasta dan perguruan tinggi dan lembaga riset harus ada. Cita-cita saya dari dulu ada intensif pajak untuk para swasta, dan sepertinya bisa terwujud," kata Endang.
Sementara itu, Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengambangan Kemenristek, Ocky Karna Radjasa menjelaskan, pemerintah memiliki lima sektor riset yang akan menjadi fokus dalam lima tahun ke depan. Lima fokus tersebut adalah kebencanaan, biodiversitas atau keanekaragaman hayati, perubahan iklim, stunting, dan lingkungan air.
"Jadi ada jaminan pendanaan," kata Ocky menjelaskan.