REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Eva Kusuma Sundari menilai transparansi perpajakan calon legislatif belum menjadi bahan pertimbangan masyarakat pemilih. Efek transparansi pajak calon legislatif, misalnya dengan mengumumkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak masih lemah untuk mendulang suara ketika pemilu.
"Kalau buka-bukaan SPT hanya untuk pencitraan saja, tidak memberikan efek itu bagi para pemilih. Bukan menjadi pertimbangan bagi pemilih, 'demand' seperti ini lemah," ujar politikus PDI Perjuangan tersebut dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (14/9).
Menurut Eva, gagasan untuk membuka SPT calon legislatif ke publik lebih sebagai bagian dari akuntabilitas. Ia mengatakan, belum ada aturan yang mewajibkan calon anggota legislatif untuk membuka SPT pajaknya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama berpendapat calon legislatif yang nantinya akan menjadi wakil rakyat sudah seharusnya taat pajak. “Calon legislatif adalah bagian dari masyarakat yang akan menjadi wakil rakyat, seharusnya menjadi panutan termasuk dalam hal ketaatan pajak," ujar dia.
Pengamat pajak Darussalam menegaskan SPT pajak bersifat rahasia. Pejabat pajak dilarang memberitahukan SPT seseorang kepada pihak lain, kecuali mendapatkan arahan dari menteri keuangan atau hakim dalam kasus pidana.
Ia menilai calon legislatif yang secara sukarela mempublikasikan SPT pajaknya sehingga memungkinkan bagi masyarakat untuk mengetahui berapa jumlah pajak yang bewrsangkutan dalam satu tahun pajak. Hal tersebut kemudian dapat memungkinkan publik untuk menilai kewajaran atau kecocokan antara pendapatan yang diperoleh dan aset yang dimiliki oleh wajib pajak.