Rabu 26 Sep 2018 02:50 WIB

KPK Sambut Baik Ditolaknya Praperadilan Gubernur Aceh

Irwandi diduga meminta Rp 1,5 miliar terkait fee ijon proyek infrastruktur.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Dwi Murdaningsih
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik ditolaknya permohonan praperadilan terhadap penangkapan dan penahanan Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf. Diketahui, praperadilan ini diajukan oleh Yuni Eko Hariatna yang mengaku dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).

"Kami sampaikan terimakasih pada hakim praperadilan di PN Jaksel yang telah menolak atau menyatakan tidak diterima permohonan praperadilan yang diajukan Gubernur Aceh," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Selasa (25/9).

Dengan ditolaknya permohonan praperadilan, lanjut Febri, akan memperkuat penanganan perkara yang sedang berjalan di penyidikan saat ini. "Penyidikan kasus ini akan terus berjalan untuk para tersangka yang diduga menerima suap. Penyidik juga mendalami dugaan penerimaan lain," ujarnya.

Dalam kasus ini, Gubernur Irwandi diduga meminta jatah sebesar Rp 1,5 miliar terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari DOK Aceh tahun anggaran 2018. Irwandi meminta jatah tersebut kepada Bupati Bener Meriah, Ahmadi.

Namun, Bupati Ahmadi baru menyerahkan uang sebesar Rp 500 Juta kepada Gubernur Irwandi lewat dua orang dekatnya yakni Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. ‎Diduga, pemberian tersebut merupakan bagian komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh.

Sebagai pihak penerima suap, Irwandi Yusuf, Hendri Yusuf, dan Syaiful Bahri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, Ahmadi sebagai pihak pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement