REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persaudaraan Alumni (PA) 212 tengah merencanakan kepulangan Habib Rizieq Shihab ke Indonesia. Penasihat PA 212 Eggi Sudjana mengatakan, PA 212 berharap pimpinan Front Pembela Islam (FPI) itu bisa menghadiri reuni akbar PA 212 yang akan berlangsung pada 2 Desember di Monas, Jakarta.
"Ada diskusi dari kita, PA 212 itu kan dewan pembinanya Habib Rizieq, jadi kita sudah banyak yang rindu kepada Habib Rizieq supaya pulang. Jadi, kita mengondisikan sekaligus reuni alumni kalau itu terjadi sangat mungkin habib pulang awal Desember," kata Eggi kepada Republika.co.id pada Kamis (27/9).
Reuni akbar PA 212 rencananya akan dihadiri sekitar satu juta orang. Dalam acara itu, jelas Eggi, PA 212 akan menyampaikan terkait menjaga persatuan dan sikap politik di Pilpres 2019. Menurut Eggi, kepulangan Habib Rizieq justru menjadi momentum bagi Pemerintahan Joko Widodo meraih simpati dari masyarakat.
Baca juga: Kapitra tak Percaya Habib Rizieq Dicekal Arab Saudi
Sementara, mantan pengacara Habib Rizieq Shihab, Kapitra Ampera, menilai tidak tepat menggunakan istilah pencegahan dalam kasus dilarangnya Habib Rizieq oleh Pemerintah Arab Saudi. Hal itu disampaikan Kapitra menyusul klaim Tim Advokasi GNPF Ulama bahwa Habib Rizieq dicegah ke luar Arab Saudi.
Sebab, menurutnya, Habib Rizieq dapat masuk ke Arab Saudi tentu sudah memiliki visa yang membuatnya dapat bebas keluar-masuk negara tersebut. "Kalau dia warga negara asing lalu masuk ke suatu negara, tentu dia punya visa. Kalau dia punya visa, maka dia akan bebas keluar-masuk. Kecuali, dia melakukan perbuatan melanggar hukum. Jadi, saya pikir tidak ada cekal di sana," kata Kapitra di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Rabu (26/9).
Kapitra justru menduga ada kesalahpahaman otoritas Saudi kepada Habib Rizieq karena dikaitkan dengan gerakan politik. Sebab, banyaknya jamaah yang mendatangi Rizieq selama di Saudi dianggap otoritas setempat sebagai upaya mobilisasi massa. Itu juga, kata Kapitra, karena Habib Rizieq dianggap memiliki mazhab berbeda.
"Seperti tahlilan, shalawatan, dan sebagainya, itu di sana dianggap sesuatu yang dilarang. Kalau kita kan biasa. Tempat Pak Habib Rizieq suka shalawatan begitu, lalu banyak orang datang kemudian mungkin mereka berpikir ini mobilisasi untuk gerakan politik," kata Kapitra.
Calon anggota legislatif DPR dari PDIP tersebut juga mengaku telah memeriksa kepada aparat terkait di Indonesia, mulai dari Polri maupun BIN. Namun, ia menegaskan, tidak ada intervensi dari aparat di Indonesia terkait hal tersebut.