Kamis 27 Sep 2018 21:51 WIB

Tokoh Lintas Agama Imbau Kampanye tidak di Tempat Ibadah

Tempat ibadah tidak seharusnya menjadi tempat kampanye politik.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andi Nur Aminah
Para tokoh lintas agama menyampaikan pesan untuk Pemilu Bermutu dan Beradab di Kantor CDCC, Jakarta Selatan, Kamis (27/9).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Para tokoh lintas agama menyampaikan pesan untuk Pemilu Bermutu dan Beradab di Kantor CDCC, Jakarta Selatan, Kamis (27/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para tokoh lintas agama menyerukan agar peserta kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 tidak menjadikan tempat ibadah untuk kampanye politik. Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengatakan, tempat ibadah tidak seharusnya menjadi tempat kampanye politik.

"Berbicara tentang moralitas dari sudat pandangan agama, tempat ibadah tidak seharusnya jadi kampanye politik apalagi untuk mendukung seseorang," ujar Din di Kantor CDCC, Jakarta Selatan, Kamis (27/9).

Hal serupa juga diungkapkan Ketua Umum Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Pdt Henriette T Hutabarat Lebang. Ia mengatakan, pihaknya telah menerbitkan surat edaran yang mengimbau agar tempat ibadah tidak menjadi ajang kampanye politik. "PGI dalam surat pastoral mengimbau semua gereja tidak menjadikan rumah ibadah atau mimbar jadi ajang kampanye. Sebab pilihan politik beda. Kalau mimbar dijadikan (tempat kampanye) bisa jadi perpecahan," kata Henriette.

Sejumlah tokoh lintas agama menyatakan delapan poin pesan bersama untuk Pemilu Bermutu dan Beradab. Para tokoh agama di Indonesia yang hadir di antaranya Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, mewakili umat Katolik Romo Magnis, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Endro, dan Ketua Umum Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Pdt Henriette T Hutabarat Lebang.

Ada pula wakil dari Parisada Hindu Dharma Indonesia Nyoman Udayana, wakil dari Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Philip Widjaja, wakil dari Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) Uung Sendana, dan perwakilan Sangha Bhikku Cittajayo.

Para tokoh meminta semua pihak dapat menahan diri dalam perkataan dan perbuatan yang mendorong pertentangan di dalam masyarakat majemuk. Terutama yang dianggap menyinggung hal sensitif seperti suku, keyakinan agama, dan ras antargolongan (sara).

Mereka juga mengimbau agar masyarakat dan para calon tidak terjebak dalam cara-cara yang tidak beradab dalam usaha memenangkan pemilu. "Seperti menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan, mempraktikkan politik uang, menebarkan janji palsu, melakukan intimidasi dan manipulasi, atau cenderung menjelekkan lawan politik," tutur Romo Endro.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement