REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain Direktur Utama PLN Sofyan Basir, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memeriksa Dirjen PSLB3 Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Berancun dan Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati. Sama seperti Sofyan, Rosa juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Idrus Marham.
Usai diperiksa, Rosa mengaku dicecar ihwal mekanisme dan pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya. "Sudah saya jelaskan semua, memang karena saya Dirjen PSLB3, ya jadi bertanya tentang mekanisme perizinan tersebut," terangnya di Gedung KPK Jakarta, Jumat (28/9).
Namun Rosa tak menjelaskan secara rinci apa kaitan pengelolaan limbah itu dengan Idrus. Dia mengaku telah menjelaskannya kepada penyidik. "Tadi saya sudah jelaskan ke penyidik," ucapnya.
KPK baru menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I. Ketiga tersangka itu yakni bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK), Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS), serta mantan Menteri Sosial Idrus Marham (IM).
Dalam kasus ini, Eni diduga kuat telah menerima hadiah atau janji dari Kotjo. Eni diduga menerima uang sebesar Rp6,25 miliar dari Kotjo untuk memuluskan Blakcgold sebagai penggarap proyek milik PLN tersebut.
Penyerahan uang ke Eni dilakukan secara bertahap dengan rincian, pemberian pertama pada November-Desember 2017 sekitar Rp4 miliar. Kedua, pada Maret-Juni 2018 sekitar Rp2,25 miliar.
Pada proses pengembangan kasus, KPK akhirnya menetapkan Idrus. Diduga, Idrus dijanjikan akan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni yakni senilai 1,5 juta dollar AS jika PPA Proyek PLTURiau-I berhasil dllaksanakan oleh Kotjo dan kawan-kawan.
Idrus juga diduga mengetahui dan memiliki andil atas jatah atau fee yang diterima Eni. Tak hanya itu, mantan Sekjen Partai Golkar ini juga disinyalir mendorong proses penandatangan Purchase Power Agreement (PPM) atau jual beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau-1.