REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Wali Kota Mataram Ahyar Abduh masih optimistis perhatian pemerintah pusat, terutama menyangkut persoalan dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah rusak akibat gempa dapat terealisasi, meski terjadi juga gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng).
"Saya rasa sudah jadi satu kebijakan soal dana bantuan itu," ujar Ahyar kepada Republika.co.id, di Kelurahan Bertais, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram, NTB, Rabu (3/10).
Dia menyampaikan, pemerintah pusat sudah sudah banyak membantu proses penanganan bencana di NTB sejak awal. Terkait proses penyaluran dana bantuan yang masuk, Ahyar menyebutkan, dari 7.116 rumah warga Mataram yang rusak, baru 1.077 warga yang sudah menerima bantuan tersebut, dengan rincian Rp 50 juta untuk 20 orang, dan sisanya masing-masing Rp 25 juta.
"Dari 7.116 rumah rusak, 1.679 rumah itu rusak berat, sisanya rusak sedang dan rusak ringan," ucapnya.
Lokasi dibangunnya rumah Risha dan Riko untuk korban gempa Mataram (Foto: M Nursyamsy/Republika)
Pemkot Mataram, dia katakan, terus mendorong warga membentuk kelompok masyarakat (pokmas) sebagai syarat utama untuk pencairan dana. Ahyar menyebutkan, dana bantuan yang diterima nantinya akan diimplentasikan dalam bentuk bahan baku bangunan rumah, baik rumah instan sederhana sehat (Risha) maupun rumah instan konvensional (Riko).
"Warga diberi kebebasan memilih Risha atau Riko. Saya sampaikan segera kita bangun, mau Risha atau Riko yang penting segera kita bangkit tapi tetap dengan aturan tahan gempa," kata dia.
Ahyar menambahkan, besarnya fokus pemerintah dalam menangani bencana di sejumlah daerah di Indonesia, membuat Pemkot Mataram melakukan sejumlah inisiatif dalam menangani warga terdampak gempa, salah satunya dengan mendirikan rumah singgah sebagai tempat tinggal sementara bagi warga dengan menggunakan dana bantuan dari para donatur.
"Mana yang bisa kita lakukan ya kita lakukan, tidak bisa semuanya menunggu dari pemerintah pusat," katanya menambahkan.