REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi menyelidiki hilang dan rusaknya alat deteksi dini tsunami atau buoy di sejumlah perairan Indonesia. Polri menduga, ada aksi vandalisme atau perusakan di balik hilangnya alat tersebut.
"Ini akibat dari vandalisme nelayan yang menambatkan perahunya di situ padahal itu tidak boleh disentuh," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mapolda Metro Jaya, Rabu (3/10).
Setyo menyebutkan, dalam beberapa kasus beberapa nelayan juga mengambil komponen pada alat tersebut. Bahkan, kata Setyo, nelayan tidak mengetahui bahwa alat tersebut adalah komponen alat deteksi narkoba.
Menurut Setyo, masih banyak masyarakat yang awam soal urgensi alat pendeteksi dini tsunami tersebut. Karena itu, pihak berwenang perlu memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat terkait pendeteksi bencana alam.
"Ada yang mengambil untuk solar cell, dikira cermin, terus diambil... Jadi memang perlu pembelajaran," kata Setyo.
Polri memastikan akan terus mengusut kasus hilang dan rusaknya alat deteksi dini tsunami tersebut. "Tetap Polri akan menyelidiki, dalam hal ini Direktorat Polair akan menyelidiki info tersebut," kata Setyo.
Kabar hilang dan rusaknya buoy ini bergulir pascabencana gempa bumi dan tsunami di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, tidak ada bunyi sirine peringatan saat tsunami terjadi. Beberapa Buoy dicuri dan tidak berada pada tempat semestinya.
Setyo menambahkan, pemerintah sedang menyiapkan teknologi baru untuk deteksi dini tsunami. Alat tersebut tengah dikembangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Ke depan rencananya tidak menggunakan buoy lagi, tapi dimasukkan di dalam atau di dasar laut menggunakan paper optic yang sedang dibangun dari Kominfo. Nanti ditaruh di dasar laut, sehingga kemungkinan dirusak atau hilang kecil," kata dia.