REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sakti Hadengganan menilai, perlu pengembangan model Public-Private Partnership (kerja sama pemerintah-swasta) atau pola insentif lainnya untuk mengendaikan kerusakan perairan darat (semua bentuk air yang berada di daratan). Prinsipnya, pemanfaatan sumber daya alam oleh swasta harus diiringi dengan urun daya untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Pola insentif ini memungkinkan banyak pihak terlibat dalam gerakan massal. Mereka terdiri atas multipihak, multisektor dan multidisiplin ilmu dari berbagai lapisan yang saling bahu-membahu dalam pengawetan dan perlindungan lingkungan. "Tanpa pelibatan para pihak, khususnya pelaku usaha yang telah menikmati jasa lingkungan, maka pemulihan kerusakan sumber daya alam khususnya rehabilitasi lahan akan memerlukan waktu yang cukup panjang," ujarnya dalam siaran pers, Kamis (4/10).
Sakti menambahkan, permasalahan kerusakan perairan darat menjadi perhatian pemerintah akibat kondisi ketersediaan air saat ini. Beberapa pulau menunjukkan kondisi kritis ketersediaan air.
Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) tahun 2010, pulau yang berada dalam kondisi defisit air adalah Pulau Jawa, Pulau Bali dan Nusa Tenggara dalam kondisi kritis. Pulau yang masih dalam keadaan surplus adalah Pulau Kalimantan.
Staf Ahli Menteri LHK Bidang Ekonomi Sumberdaya Hutan Laksmi Wijayanti menuturkan, salah satu cara untuk melibatkan berbagai pihak dalam mengendalikan kerusakan perairan darat diantaranya melalui Imbal Jasa Lingkungan (IJL). Imbal Jasa Lingkungan (IJL) ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup (IELH).
IELH adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dorongan ini terdiri dari pengaturan perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi. IJL ini telah diimplementasikan di Kabupaten Lombok Barat, Kab. Kuningan dan Cirebon serta di DAS Cidanau, Serang.
Dengan penerapan IJL ini, Laksmi menambahkan, pengelolaan air antar wilayah dan antar pengguna tersebut telah memberikan manfaat bagi upaya penanganan pengendalian kerusakan perairan darat. "Penerapan IJL ini memerlukan partisipasi berbagai pihak sebagai penyedia, pemanfaatan dan fasilitator," tuturnya.
Saat ini, KLHK sedang menyusun Peraturan Menteri LHK yang mengatur pengendalian kerusakan perairan darat melalui Pulic-Private Partnership (PPP), Imbal Jasa Lingkungan dan Pola-Pola Insentif Hulu-Hilir.